Sabtu, 09 November 2013

MODEL PRAKTEK KEPERAWATAN PROFESIONAL


Add caption



A.     Definisi MPKP
Ratna Sitorus & Yulia (2006)
Model praktik keperawatan profesional (MPKP) adalah suatu sistem (struktur, proses dan nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi perawat profesional, mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan tempat asuhan tersebut diberikan.

B.     Tujuan MPKP
Tujuan MPKP adalah sebagai berikut :
a. Menjaga konsistensi asuhan keperawatan.
b. Mengurangi konflik, tumpang tindih dan kekososongan pelaksanaan asuhan keperawatan oleh tim keperawatan.
c. Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan.
d. Memberikan pedoman dalam menentukan kebijakan dan keputusan.
e. Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan keperawatan bagi setiap tim keperawatan

C.     Pilar – pilar dalam Model Praktik Keperawatan Professional (MPKP)
Dalam model praktik keperawatan professional terdiri dari empat pilar diantaranya adalah
a. Pilar I : pendekatan manajemen keperawatan
Dalam model praktik keperawatan mensyaratkaan pendekatan manajemen sebagai pilar praktik perawatan professional yang pertama. Pada pilar I yaitu pendekatan manajemen terdiri dari
1) Perencanaan dengan kegiatan perencanaan yang dipakai di ruang MPKP meliputi (perumusan visi, misi, filosofi, kebijakan dan rencana jangka pendek ; harian,bulanan,dan tahunan)
2) Pengorganisasian dengan menyusun stuktur organisasi, jadwal dinas dan daftar alokasi pasien.
3) Pengarahan
Dalam pengarahan terdapat kegiatan delegasi, supervise, menciptakan iklim motifasi, manajemen waktu, komunikasi efektif yang mencangkup pre dan post conference, dan manajemen konflik
4) pengawasan
5) pengendalian.



b. Pilar II: sistem penghargaan
Manajemen sumber daya manusia diruang model praktik keperawatan professional berfokus pada proses rekruitmen,seleksi kerja orientasi, penilaian kinerja, staf perawat.proses ini selalu dilakukan sebelum membuka ruang MPKP dan setiap ada penambahan perawatan baru.

c. Pilar III: hubungan professional
Hubungan professional dalam pemberian pelayanan keperawata (tim kesehatan) dalam penerima palayana keperawatan (klien dan keluarga). Pada pelaksanaan nya hubungan professional secara interal artinya hubungan yang terjadi antara pembentuk pelayanan kesehatan misalnya antara perawat dengan perawat, perawat dengan tim kesehatan dan lain – lain. Sedangkan hubungan professional secara eksternal adalah hubungan antara pemberi dan penerima pelayanan kesehatan.

d. Pilar IV : manajemen asuhan keperawatan
Salah satu pilar praktik professional perawatan adalah pelayanan keperawat dengan mengunakan manajemen asuhan keperawatan di MPKP tertentu. Manajemen asuhan keperawat yang diterapkan di MPKP adalah asuhan keperawatan dengan menerapkan proses keperawatan

D.     KOMPONEN-KOPMPONEN MPKP
Terdapat 4 komponen utama dalam model praktek keperawatan professional, yaitu sebagai berikut :
1. Ketenagaan Keperawatan
2. Metoda pemberian asuhan keperawatan
3. Proses Keperawatan
4. Dokumentasi Keperawatan

1.      Ketenagaan Keperawatan
Menurut Douglas(1984) dalam suatu pelayanan profesional, jumlah tenaga yang diperlukan tergantung pada jumlah pasien dan derajat ketergantungan pasien. Menurut Loveridge & Cummings (1996) klasifikasi derajat ketergantungan pasien dibagi 3 kategori, yaitu :
a. Perawatan minimal : memerlukan waktu 1 – 2 jam/24 jam ang terdiri atas :
·         Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri.
·         Makan dan minum dilakukan sendiri
·         Ambulasi dengan pengawasan
·         Observasi tanda-tanda vital dilakukan setiap shift.
·         Pengobatan minimal, status psikologis stabil.
·         Persiapan prosedur memerlukan pengobatan.
b. Perawatan intermediet : memerlukan waktu 3 – 4 jam/24 jam yang terdiri atas :
·         Kebersihan diri dibantu, makan minum dibantu
·         Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam
·         Ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali
·         Voley kateter/intake output dicatat
·         Klien dengan pemasangan infus, persiapan pengobatan, memerlukan prosedur
c. Perawatan maksimal/total : memerlukan waktu 5 – 6 jam/24 jam :
·         Segala diberikan/dibantu
·         Posisi yag diatur, observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam
·         Makan memerlukan NGT, menggunakan terapi intravena
·         Pemakaian suction
·         Gelisah/disorientasi

Menurut Douglas (1984) ada beberapa kriteria jumlah perawat yang dibutuhkan perpasien untuk dinas pagi, sore dan malam.
Waktu
Klasifikasi
Pagi
Sore
Malam
Minimal
Partial
Total
0,17
0,27
0,36
0,14
0,15
0,30
0,10
0,07
0,20

Sebagai contoh :
Ruang perawatan bedah terdapat 30 pasien, yang terdiri dari 10 pasien minimal, 15 pasien partial, dan 5 pasien total. Maka jumlah perawat yang diperlukan untuk jaga pagi adalah :
10 x 0,17 = 1,7
15 x 0,27 = 4,05
5 x 0,36 = 1,8
--------------------
Jumlah   = 7,55 dan dibulatkan menjadi 8 orang perawat yang dibutuhkan untuk dinas pagi.
Untuk mengetahui kebutuhan aktual tenaga keperawatan diruang perawatan sebaiknya dilakukan setiap hari selama minimal 22 hari, dan dalam waktu yang sama.
Misalnya rata-rata perawat yang diperlukan di Ruang Bedah menurut perhitungan Douglas adalah 10 orang perawat, maka jumlah yang diperlukan pada ruang tersebut adalah
·         Perawat shift : 10 orang
·         Libur cuti : 5 orang
·         Ketua tim : 3 orang
·         Kepala Ruangan : 1 orang
Jumlah = 19 orang
Terdapat pula cara lain dalam perhitungan jumlah kebutuhan tenaga keperawatan yang diperlukan yaitu dengan menggunakan rumus yang dikembangkan Arndt dan huckabay, 1975 (Gillies, 1994) yang selanjutnya secara populer disebut Formula Gillies, yaitu dengan komponen yang dipertimbangkan dalam perhitungan :
A. Penentuan Rata-rata jam perawatan yang diperlukan pasien setiap hari
B. Rata-rata sensus harian pasien.
C. jumlah hari/tahun = 365 hari,
D. Rata-rata hari libur perawat setiap tahun = 140 hari.
E. Jumlah jam kerja perawat setiap hari.
F. Jam perawatan yang dibutuhkan pertahun
G. Jam perawatan yang diberikan oleh masing-masing perawat pertahun
H. Jumlah perawat yang dibutuhkan di ruang rawat.
Rumus :
A X B X C     F
------------- = ----- = H.
(C-D) E         G
Contoh :
A = 4
B = 20
E = 8
4 x 20 x 365   29.200
--------------- = ---------- = 16.20 dibulatkan 16 Perawat shift (pagi, sore, malam)
(365 – 140) 8  1800
Catatan : penentuan jumlah rata-rata jam perawatan pasien dengan mempertimbangkan :
1. Minimal care : 1-2 jam/24 jam
2. Moderate care/partial care : 3 - 4 jam/24 jam
3. Total care : 5 – 6 jam/24 jam.
Contoh : Berdasarkan soal pada klasifikasi tingkat ketergantungan pasien pada Ruang Rawat yaitu terdapat 30 orang pasien, yang terdiri dari 10 minimal care, 15 partial care dan 5 total care. Maka jumlah rata-rata jam perawatan adalah :
Perawatan minimal : 10 x 2 = 20 jam/10 pasien.
Perawatan partial : 15 x 4 = 60 jam/15 pasien
Perawatan total : 5 x 6 = 30 jam/5 pasien.
= 110 : 30 → 3,66 → 4 jam
Menentukan komposisi tenaga :
Abdellah dan Levine pada tahun 1965 (Gillies, 1994) menyarankan kombinasi tenaga keperawatan yaitu 55 % tenaga profesional dan 45 % tenaga non profesional. Bila disesuaikan dengan katagori tenaga keperawatan di Indonesia, maka 55 % minimal lulusan D III Keperawatan dan 45 % tenaga keperawatan lulusan SPK. Intermountain Health Care menyarankan bahwa kombinasi tenaga keperawatan adalah : 58 % RN, 26 % LPN, dan 16 % Aides (perawat pembantu). Apabila dikonversi kategori diatas pada situasi ketenagaan keperawatan di Indonesia maka 58 % Sarjana Keperawatan/D IV Keperawatan, 26 % D III Keperawatan dan 16 % Perawat Kesehatan (SPK).
Perbandingan dinas pagi-sore-malam : 47 % Pagi, 36 % Sore, dan 17% Malam.

2.      Metoda pemberian asuhan keperawatan :
Sistem pemberian asuhan keperawatan adalah suatu pendekatan pemberian asuhan keperawatan secara efektif dan efisien kepada sejumlah pasien. Setiap metoda memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing.
Terdapat 3 pola yang sering digunakan dalam pemberian asuhan keperawatan, yaitu penugasan fungsional, penugasan tim , penugasan primer.
a. Penugasan Keperawatan Fungsional :
Sistem penugasan ini berorinetasi pada tugas dinama fungsi keperawatan tertentu ditugaskan pada setiap perawat pelaksana, misalnya seorang perawat ditugaskan khusus untuk tindakan pemberian obat, perawat yang lain untuk mengganti verband, penyuntikan, observasi tanda-tanda vital, dan sebagainya. Tindakan ini didistribusikan berdasarkan tingkat kemampuan masing-masing perawat pelaksana. Oleh karena itu kepala Ruangan terlebih dahulu mengidentifikasi tingkat kesulitan tindakan tersebut, selanjutnya ditetapkan perawat yang akan bertanggung jawab mengerjakan tindakan yang dimaksudkan. Setiap perawat pelaksana bertanggung jawab langsung kepada kepala Ruangan. Tidak ada perawat pelaksana yang bertanggung jawab penuh untuk asuhan keperawatan pada seorang pasien.

Keuntungan :
• Menyelesaikan banyak pekerjaaan dalam waktu singkat.
• Tepat metoda ini bila ruang rawat memiliki keterbatasan/kurang tenaga keperawatan professional.
• Perawat lebih terampil, karena orientasi pada tindakan langsung dan selalu berulang-ulang dikerjakan.
Kerugian :
• Memilah-milah asuhan keperawatan oleh masing-masing perawat.
• Menurunkan tanggung gugat dan tanggung jawab.
• Hubungan perawat-pasien sulit terbentuk.
• Pelayanan tidak professional.
• Pekerjaan monoton, kurang tantangan.
b. Penugasan Keperawatan Tim :
Adalah suatu bentuk sistem/metoda penugasan pemberian asuhan keperawatan, dimana Kepala Ruangan membagi perawat pelaksana dalam beberapa kelompok atau tim, yang diketuai oleh seorang perawat professional/berpengalaman. Metoda ini digunaklan bila perawat pelaksana terdiri dari berbagai latar belakang pendidikan dan kemampuannya.
Ketua tim mempunyai tanggung jawab untuk mengkoordinasikan seluruh kegiatan asuhan keperawatan dalam tanggung jawab kegiatan anggota tim. Tujuan metoda penugasan keperawatan tim untuk memberikan keperawatan yang berpusat kepada pasien. Ketua Tim melakukan pengkajian dan menyusun rencana keperawatan pada setiap pasien, dan anggota tim bertanggung jawab melaksanakan asuhan keperawatan berdasarkan rencana asuhan keperawatan yang telah dibuat. Oleh karena kegiatan dilakukan bersama-sama dalam kelompok, maka ketua tim seringkali melakukan pertemuan bersama dengan anggota timnya (konferensi tim) guna membahas kejadian-kejadian yang dihadapi dalam pemberian asuhan keperawatan.
Keuntungan :
• Melibatkan semua anggota tim dalam asuhan keperawatan pasien.
• Akan menghasilkan kualitas asuhan keperawatan yang dapaty dipertanggung jawabkan.
• Membutuhkan biaya lebih sedikit/murah, dibanding sistem penugasan lain.
• Pelayanan yang diperoleh pasien adalah bentuk pelayanan professional.
Kerugian :
• Dapat menimbulkan pragmentasi dalam keperawatan.
• Sulit untuk menentukan kapan dapat diadakan pertemuan/konferensi, karena anggotanya terbagi-bagi dalam shift.
• Ketua tim lebih bertanggung jawab dan memiliki otoritas, dibandingkan dengan anggota tim.
c. Penugasan Keperawatan Primer
Keperawat primer adalah suatu metoda pemberian asuhan keperawatan dimana perawat perofesional bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap asuhan keperawatan pasien selama 24 jam/hari. Tanggung jawab meliputi pengkajian pasien, perencanaan , implementasi, dan evaluasi asuhan keperawatan dari sejak pasien masuk rumah sakit hingga pasien dinyatakan pulang, ini merupakan tugas utama perawat primer yang dibantu oleh perawat asosiet.
Keperawat primer ini akan menciptakan kesepakatan untuk memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif, dimana asuhan keperawatan berorientasi kepada pasien.
Pengkajian dan menyusun rencana asuhan keperawatan pasien di bawah tanggung jawab perawat primer , dan perawat asosiet yang akan mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan dalam timdakan keperawatan.
Keuntungan :
• Otonomi perawat meningkat, karena motivasi, tanggung jawab dan tanggung gugat meningkat.
• Menjamin kontinuitas asuhan keperawatan.
• Meningkatnya hubungan antara perawat dan pasien.
• Terciptanya kolaborasi yang baik.
• Membebaskan perawat dari tugas-tugas yang bersifat perbantuan.
• Metoda ini mendukung pelayanan professional.
• Penguasaan pasien oleh seorang perawat primer.
Kerugian :
• Ruangan tidak memerlukan bahwa semua perawat pelaksana harus perawat professional.
• Biaya yang diperlukan banyak.

3.      Proses Keperawatan
Proses keperawatan merupakan proses pengambilan keputusan yang dilakukan perawat dalam menyusun kegiatan asuhan secara bertahap. Kebutuhan dan masalah pasien merupakan titik sentral dalam pengambilan keputusan. Pendekatan ilmiah yang fragmatis dalam pengambilan keputusan adalah :
1). Identifikasi masalah
2) menyusun alternatif penyelesaikan masalah
3) pemilihan cara penyelesaian masalah yang tepat dan melaksanakannya
4) evaluasi hasil dari pelaksanaan alternatif penyelesaian masalah.

Seluruh langkah pengambilan keputusan ini tertuang pada langkah-langkah proses keperawatan yaitu:
1) pengkajian fokus pada keluhan utama dan eksplorasi lebih holistic
2) diagnosis yaitu menetapkan hubungan sebab akibat dari masalah masalah keperawatan
3) rencana tindakan untuk menyelesaikan masalah
4) implementasi rencana dan
5) evaluasi hasil tindakan.

4.      Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi keperawatan merupakan unsur penting dalam sistem pelayanan keperawatan, karena melalui pendokumentasian yang baik, maka informasi mengenai keadaan Kesehatan pasien dapat diketahui secara berkesinambungan. Disamping itu, dokumentasi merupakan dokumen legal tentang pemberian asuhan keperawatan. Secara lebih spesifik, dokumentasi berfungsi sebagai sarana komunikasi antar profesi Kesehatan, sumber data untuk pemberian asuhan keperawatan, sumber data untuk penelitian, sebagai bahan bukti pertanggung jawaban dan pertanggung gugatan asuhan keperawatan.
Dokumen dibuat berdasarkan pemecahan masalah pasien. Dokumentasi berdasarkan masalah terdiri dari format pengkajian, rencana keperawatan, catatan tindakan keperawatan, dan catatan perkembangan pasien.

Berdasarkan MPKP yang sudah dikembangkan di berbagai rumah sakit, Hoffart & Woods (1996) menyimpulkan bahwa MPKP tediri lima komponen yaitu nilai – nilai professional yang merupakan inti MPKP, hubungan antar professional, metode pemberian asuhan keperawatan, pendekatan manajemen terutama dalam perubahan pengambilan keputusan serta sistem kompensasi dan penghargaan.
a. Nilai – nilai professional
Pada model ini PP dan PA membangun kontrak dengan klien/keluarga, menjadi partner dalam memberikan asuhan keperawatan. Pada pelaksanaan dan evaluasi renpra. PP mempunyai otonomi dan akuntabilitas untuk mempertanggungjawabkan asuhan yang diberikan termasuk tindakan yang dilakukan oleh PA. hal ini berarti PP mempunyai tanggung jawab membina performa PA agar melakukan tindakan berdasarkan nilai-nilai profesional
b. Hubungan antar professional
Hubungan antar profesional dilakukan oleh PP. PP yang paling mengetahui perkembangan kondisi klien sejak awal masuk. Sehingga mampu memberi informasi tentang kondisi klien kepada profesional lain khususnya dokter. Pemberian informasi yang akurat akan membantu dalam penetapan rencana tindakan medik.

c. Metode pemberian asuhan keperawatan
Metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan adalah modifikasi keperawatan primer ehingga keputusan tentang renpra ditetapkan oleh PP, PP akan mengevaluasi perkembangan klien setiap hari dan membuat modifikasi pada renpra sesuai kebutuhan klien.

d. Pendekatan manajemen
Pada model ini diberlakukan manajemen SDM, yaitu ada garis koordinasi yang jelas antara PP dan PA. performa PA dalam satu tim menjadi tanggung jawab PP. Dengan demikian, PP adalah seorang manajer asuhan keperawatan. Sebagai seorang manajer, PP harus dibekali dengan kemampuan manajemen dan kepemimpinan sehingga PP dapat menjadi manajer yang efektif dan pemimpin yang efektif.

e. Sistem kompensasi dan panghargaan.
PP dan timnya berhak atas kompensasi serta penghargaan untuk asuhan keperawatan yang dilakukan sebagai asuhan yang profesional. Kompensasi dan penghargaan yang diberikan kepada perawat bukan bagian dari asuhan medis atau kompensasi dan penghargaan berdasarkan prosedur.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar