Jumat, 01 November 2013

askep KATARAK


MAKALAH SISTEM SENSORI DAN PERSEPSI
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN KATARAK

KELOMPOK I
NAMA:
ELI FAHMIATI                    (1026010216)
LENA RACHMAWATI         (1026010182)
MARLINA                              (1026010230)
RIA OKTARI                         (1026010236)
TITIN MARLENA                 (1026010225)
WENNY AFRIMEDENI .P   (1026010264)
OKI ALEXANDER                 (1026010086)


KEPERAWATAN VII
Dosen Pembimbing   : IRHAN , S.Kep, NS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
TRI MANDIRI SAKTI BENGKULU
2013

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  latar Belakang
Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa yang mengakibatkan pengurangan visus oleh suatu tabir/layar yang diturunkan di dalam mata, seperti melihat air terjun.
 
Jenis katarak yang paling sering ditemukan adalah katarak senilis dan katarak senilis ini merupakan proses degeneratif (kemunduran ).Perubahan yang terjadi bersamaan dengan presbiopi, tetapi disamping itu juga menjadi kuning warnanya dankeruh,yang akan mengganggu pembiasan cahaya.Walaupun disebut katarak senilis tetapi perubahan tadi dapat terjadi pada umur pertengahan, pada umur 70 tahun sebagian individu telah mengalami perubahan lensa walau mungkin hanya menyebabkan sedikit gangguan penglihatan.

1.2  RUMUSAN MASALAH
       Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah:
      1. Apa yang di maksud dengan katarak?
      2. Apa saja etiologinya?
      3. Bagaimana klasifikasinya?
      4. Bagaimana penatalaksanaannya?
      5. Bagaimana asuhan keperawatannya?

3. TUJUAN
    Tujuan umum
    Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit katarak
   Tujuan khusus
    1. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan Katarak
    2. Untuk mengetahui apa saja etiologinya.
    3. Untuk mengetahui klasifikasinya.
    4. Untuk mengetahui penatalaksanaanya.














KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena penulis telah dapat menyelesaikan makalah tentang Asuhan Keperawatan Dengan Katarak
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak terutama kepada yang terhormat dosen pembimbing Ns Irhan S.Kep dan  rekan-rekan di kelas Keperawatan  yang telah banyak membantu dan memberi dorongan dalam penyelesaian makalah ini.
Hasil makalah ini tentunya belum sempurna, namun bagi penulis hasil ini sangatlah berarti terutama dapat memberikan dorongan dan sekaligus tantangan untuk terus berkarya sebagai pengisi kegiatan dan aktifitas yang dituntut untuk terus berkarya dan berkreasi mengisi masa depan yang penuh tantangan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mohon saran dan kritik demi kesempurnaan makalah ini.


                                                                              Bengkulu,    Oktober  2013
                                                           
                                                                                          Penulis







BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Konsep Dasar Teori
2.1.1. Anatomi Fisiologi  

Anatomi Mata
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar.  Lensa mengandung tiga komponen anatomis.  Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsula anterior dan posterior.  Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan .  Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan poterior nukleus.  Opasitaspada kapsul poterior merupakan bentuk aktarak yang paling bermakna seperti kristal salju.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.  Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memaenjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa.  Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina.  Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi.  Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak. Katarak bisa terjaadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian trauma atau sistemis 
(diabetes) tetapi paling sering karena adanya proses penuaan yang normal.  Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar UV, obat-obatan, alkohol, merokok, dan asupan vitamin anti oksidan yang kurang dalam jangka waktu yang lama.
2.1.2. Pengertian Katarak
Katarak merupakan keadaan di mana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa di dalam kapsul lensa (Sidarta Ilyas, 1998)
Katarak adalah proses terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau kapsul lensa, umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang lebih dari 65 tahun (Marilynn Doengoes, dkk. 2000).
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi akibat proses penuaan dapat timbul pada saat kelahiran (katarak congenital). Dapat juga berhubungan dengan trauma mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid jangka panjang, penyakit sistemis seperti diabetes mellitus atau hipoparatiroidisme, pemejanan radiasi, pemajanan yang lama sinar mata hari (sinar ultra violet), atau kelainan mata lain seperti uveitis anterior. (Brunner & suddart, 2001)
2.1.3. Etiologi
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur 60 tahun keatas. Akan tetapi, katarak dapat pula terjadi pada bayi karena sang ibu terinfeksi virus pada saat hamil muda. Penyebab katarak lainnya meliputi:
a.Faktor keturunan.
b.Cacat bawaan sejak lahir.
c. Masalah kesehatan, misalnya diabetes.
d. Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid.
e. Gangguan metabolisme seperti DM (Diabetus Melitus)
f. Gangguan pertumbuhan,
g. Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup lama.
h.Rokok dan Alkohol
i.Operasi mata sebelumnya.
j.Trauma (kecelakaan) pada mata.
k. Faktor-faktor lainya yang belum diketahui
2.1.4. Patofisiologi
Lensa mata mengandung tiga komponen anatomis: nucleus, korteks dan kapsul. Nukleus mengalami perubahan warna coklat kekuningan seiring dengan bertambahnya usia. Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri dianterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna. Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai infulks air kedalam lensa proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peranan dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien menderita katarak.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparasi. Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjangdari badan silier sekitar daerah di luar lensa, misalnya, dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan kogulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun denga bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemis, seperti diabetes, namun sebenarnya merupakan konsekwensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik dan “matang” ketika orang memasuki dekadeke tujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering yang berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alkohol, merokok, diabetes, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama.
2.1.4. Manifestasi Klinis
Biasanya gejala berupa keluhan penurunan tajam pengelihatan secara progresif (seperti rabun jauh memburuk secara progresif). Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih ,sehingga refleks cahaya pada mata menjadi negatif (-). Bila Katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan dapat menimbulkan komplikasi berupa glaukoma dan uveitis.
Gejala umum gangguan katarak meliputi :
1.    Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek
2.    Peka terhadap sinar atau cahaya
3.    Dapat melihat dobel pada satu mata
4.    Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca
5.    Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu
2.1.6. Klasifikasi
v   Katarak dapat diklasifikasikan dalam golongan berikut :
Ø  Katarak perkembangan (developmenta!) dan degeneratif.
Ø  Katarak kongenital, juvenil, dan senil.
Ø  Katarak komplikata.
Ø  Katarak traumatik.
v   Berdasarkan usia pasien, katarak dapat di bagi dalam :
Ø  katarak kongenital, katarak yang terlihat pada usia di bawah 1 tahun
§  Katarak kongenital merupakan kekeruhan lensa yang didapatkan sejak lahir, dan terjadi akibat gangguan perkembangan embrio intrauterin. Biasanya kelainan ini tidak meluas mengenai seluruh lensa
§  Letak kekeruhan sangat tergantung pada saat terjadinya gangguan metabolisme serat lensa
§  Katarak kongenital yang terjadi sejak perkembangan serat lensa terlihat segera setelah bayi Iahir sampai berusia 1 tahun
§  Katarak ini terjadi karena gangguan metabolisme serat-serat lensa pada saat pembentukan serat lensa akibat infeksi virus atau gangguan metabolisme jaringan lensa pada saat bayi masih di dalam kandungan, dan gangguan metabolisme oksigen
§  Pada bayi dengan katarak kongenital akan terlihat bercak putih di depan pupil yang disebut sebagai leukokoria (pupil berwarna putih).
§  Setiap bayi dengan leukokoria sebaiknya dipikirkan diagnosis bandingnya seperti retinoblastorrma, endoftalmitis, fibroplasi retrolental, hiperplastik vitreus primer, dan miopia tinggi di samping katarak sendiri
§  Katarak kongenital merupakan katarak perkembangan sehingga sel-sel atau serat lensa masih muda dan berkonsistensi cair.
§  Umumnya tindakan bedah dilakukan dengan disisio lentis atau ekstraksi linear.
§  Tindakan bedah biasanya dilakukan pada usia 2 bulah untuk mencegah ambliopia eks-anopsia.
§  Pasca ­bedah pasien memerlukan koreksi untuk kelainan refraksi matanya yang telah menjadi afakia
Ø  katarak juvenil, katarak yang terlihat pada usia di atas 1 tahun dan di bawah 40 tahun
§  Katarak juvenil yang terlihat setelah usia 1 tahun à lanjutan katarak kongenital yang makin nyata,
§  Penyulit penyakit lain, katarak komplikata, yang dapat terjadi akibat penyakit lokal pada satu mata, seperti akibat uveitis anterior. glaukoma, ablasi retina, miopia tinggi, ftisis bulbi, yang mengenai satu mata, penyakit sistemik, seperti diabetes, hipoparatiroid, dan akibat trauma tumpul.
§  Biasanya katarak juvenil ini merupakan katarak yang didapat dan banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor
Ø  katarak presenil, yaltu katarak sesudah usia 30 - 40  tahun
§  Katarak senil biasanya mulai pada usia 50 tahun, kecuali bila disertai dengan penyakit lainnya seperti diabetes melitus yang akan terjadi lebih cepat.
§  Kedua mata dapat terlihat dengan derajat kekeruhan yang sama ataupun berbeda.
§  Proses degenerasi pada lensa dapat terlihat pada beberapa stadium katarak senil.
§  Pada katarak senil akan terjadi degenerasi lensa secara perlahan-lahan.
§  Tajam penglihatan akan menurun secara berangsur-angsur.
§  Katarak senil merupakan katarak yang terjadi akibat terjadinya degenerasi serat lensa karena proses penuaan


Ø  katarak senil, yaitu katarak yang mulai terjadi pada usia lebih dari 40 tahun
Ø  Stadium insipien,
o     di mana mulai timbul katarak akibat proses degenerasi lensa.
o     Kekeruhan lensa berbentuk bercak-bercak kekeruhan yang tidak teratur.
o    Pasien akan mengeluh gangguan penglihatan seperti melihat ganda dengan satu matanya.
o    Pada stadium ini., proses degenerasi belum menyerap cairan mata ke dalam lensa sehingga akan terlihat bilik mata depan dengan kedalaman yang normal, iris dalam posisi biasa disertai dengan kekeruhan ringan pada lensa.
o    Tajam penglihatan pasien belum terganggu.
Ø  Stadium imatur,
o    Lensa yang degeneratif mulai menyerap cairan mata ke dalam lensa sehingga lensa menjadi cembung.
o    Terjadi pembengkakan lensa yang disebut sebagai katarak intumesen. P
o    Terjadi miopisasi akibat lensa mata menjadi cembung à pasien menyatakan tidak perlu kacamata sewaktu membaca dekat.
o    Akibat lensa yang bengkak, iris terdorong ke depan, bilik mata dangkal dan sudut bilik mata akan sempit atau tertutup.
o    Pada stadium ini dapat terjadi glaukoma sekunder.
o    Pada pemeriksaan uji bayangan iris atau shadow test akan terlihat bayangan iris pada lensa. Uji bayangan iris positif
Ø  Stadium matur
o              Merupakan proses degenerasi lanjut lensa.
o              Terjadi kekeruhan seluruh lensa.
o    Tekanan cairan di dalam lensa sudah dalam keadaan seimbang dengan cairan dalam mata sehingga ukuran lensa akan menjadi normal kembali.
o    Pada pemeriksaan terlihat iris dalam posisi normal, bilik mata depan normal, sudut bilik mata depan terbuka normal, uji bayangan iris negatif.
o    Tajam penglihatan sangat menurun dan dapat hanya tinggal proyeksi sinar positif
Ø  Stadium hipermatur
o    terjadi proses degenerasi lanjut lensa dan korteks lensa dapat mencair sehingga nukleus lensa tenggelam dalam korteks lensa (katarak Morgagni).
o    Pada stadium ini jadi juga degenerasi kapsul lensa sehingga bahan lensa ataupun korteks yang cair keluar dan masuk ke dalam bilik mata depan.
o    Pada stadium matur akan terlihat lensa yang lebih kecil daripada normal, yang akan mengakibatkan iris tremulans, dan bilik mata depan terbuka.
o    Pada uji bayangan iris terlihat positif walaupun seluruh lensa telah keruh sehingga stadium ini disebut uji bayangan iris pseudopositif.
o    Akibat bahan lensa keluar dari kapsul, maka akan timbul reaksi jaringan uvea berupa uveitis.
o    Bahan lensa ini juga dapat menutup jalan keluar cairan bilik mata sehingga timbul glaukoma fakolitik.
Ø  Katarak komplikata, terjadi sebagai akibat langsung dari penyakit intraokuler, misalnya akibat uveitis, glaukoma, retinitis pigmentossa & ablatio retinae. Biasanya bersifat unilateral & prognosis tidak sebaik katarak senilis.
o     Katarak komplikata terjadi akibat gangguan keseimbangan susunan sel lensa oleh faktor fisik atau kimiawi sehingga terjadi gangguan kejernihan lensa.
o     Katarak komplikata dapat terjadi akibat iridosiklitis, koroiditis, miopia tinggi, ablasio retina, dan glaukoma.
o     Katarak komplikata dapat terjadi akibat kelainan sistemik yang akan mengenai kedua mata atau kelainan lokal yang akan mengenai satu mata
Ø  Katarak Trauma: Katarak yang terjadi akibat trauma pada lensa mata
2.1.7. Pemeriksaan Diagnostik
1.      Keratometri
2.      Pemeriksaan lampu slit
3.      Oftalmoskopis
4.      A-scan ultrasound (echography)
5.      Hitung sel endotel sangat berguna sebagai alat diagnostik, khususnya bila dipertimbangkan akan dilakukan pembedahan. Dengan hitung sel endotel 2000 sel/mm3, pasien ini merupakan kandidat yang baik untuk dilakukan fakoemulsifikasi dan implantasi IOL.


2.1.8. Penatalaksanaan
Bila penglihatan dapat dikoreksi dengan dilator pupil dan refraksi kuat sampai ke titik di mana pasien melakukan aktivitas sehari-hari, maka penanganan biasanya konservatif. Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan akut untuk bekerja ataupun keamanan.  Biasanya diindikasikan bila koreksi tajam penglihatan yang terbaik yang dapat dicapai adalah 20/50 atau lebih buruk lagi bila ketajaman pandang mempengaruhi keamanan atau kualitas hidup, atau bila visualisasi segmen posterior sangat perlu untuk mengevaluasi perkembangan berbagai penyakit retina atau sarf optikus, seperti diabetesdanglaukoma.
Ada 2 macam teknik pembedahan ;
1.    Ekstraksi katarak intrakapsuler Adalah pengangkatan seluruh lensa sebagai satu kesatuan.
2.    Ekstraksi katarak ekstrakapsuler Merupakan tehnik yang lebih disukai dan mencapai sampai 98 % pembedahan katarak.  Mikroskop digunakan untuk melihat struktur mata selama pembedahan.
2.1.9. Pengobatan
                        Satu-satunya adalah dengan cara pembedahan ,yaitu lensa yang telah keruh diangkat dan sekaligus ditanam lensa intraokuler sehingga pasca operasi tidak perlu lagi memakai kaca mata khusus (kaca mata aphakia). Setelah operasi harus dijaga jangan sampai terjadi infeksi.
                        Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan penyulit seperi glaukoma dan uveitis. Teknik yang umum dilakukan adalah ekstraksi katarak ekstrakapsular, dimana isi lensa dikeluarkan melalui pemecahan atau perobekan kapsul lensa anterior sehingga korteks dan nukleus lensa dapat dikeluarkan melalui robekan tersebut. Namun dengan tekhnik ini dapat timbul penyulit katarak sekunder. Dengan tekhnik ekstraksi katarak intrakapsuler tidak terjadi katarak sekunder karenaseluruh lensa bersama kapsul dikeluarkan, dapat dilakukan pada yang matur dan zonula zinn telah rapuh, namun tidak boleh dilakukan pada pasien berusia kurang dari 40 tahun, katarak imatur, yang masih memiliki zonula zinn. Dapat pula dilakukan tekhnik ekstrakapsuler dengan fakoemulsifikasi yaitu fragmentasi nukleus lensa dengan gelombang ultrasonik, sehingga hanya diperlukan insisi kecil, dimana komplikasi pasca operasi lebih sedikit dan rehabilitasi penglihatan pasien meningkat.
2.1.10.  Komplikasi
Ambliopia sensori, penyulit yg terjadi berupa visus tdk akan mencapai 5/5. Komplikasi yang terjadi yaitu nistagmus dan strabismus.






















BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1. Pengkajian
3.1.1. Identitas Klien
Ø       Nama                          : Ny. W
Ø       Umur                          : 50 th
Ø      Jenis Kelamin              : Perempuan
Ø       Agama                        :  islam
Ø       Status Perkawinan     :  kawin
Ø       Suku Bangsa              :  Indonesia
Ø       Pendidikan                 : SMA
Ø       Pekerjaan                    : swasta
Ø       Tgl masuk RS             : 01 Januari 2012
Ø       No. Register               : 15665

Penanggung Jawab
Ø       Nama                          : Tn. F 
Ø       Umur                          : 56 th
Ø       Pekerjaan                    : swasta
Ø       Alamat                       : Hibrida 10

3.1.2. Keluhan utama           
Klien mengalami penglihatan kabur. Klien mengalami penglihatan kabur, kesulitan melihat dari jarak jauh ataupun dekat.
3.1.3. Riwayat Kesehatan
Ø  Riwayat kesehatan Sekarang
Pasien datang kerumah sakit dengan keluhan pusing dan penglihatannya kabur, penglihatan kabur dirasakan sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu. Penglihatan kabur/tidak jelas dan seperti ada kabut serta terkadang pasien merasa silau saat melihat cahaya. Klien juga mengalami kesulitan melihat pada jarak jauh atau dekat, pandangan ganda, susah melihat pada malam hari. Setelah dilakukan pengkajian pupil berwarna putih dan ada dilatasi pupil, nucleus pada lensa menjadi coklat kuning, lensa menjadi opak, retina sulit dilihat, terdapat gangguan keseimbangan pada susunan sel lensa oleh factor fisik dan kimiawi sehingga kejernihan lensa berkurang.klien disarankan oleh dokter untuk dilakukan tindakan pembedahan atau dikoreksi dengan dilator pupil dan refraksi kuat sampai ke titik di mana pasien melakukan aktivitas sehari-hari.klien jg mengalami hiperglikemia karena panyakit diabetis yang dideritanya.
Ø  Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat penyakit Diabetes Mellitus, didiagnosis sejak kurang lebih  1 tahun yang lalu.
Ø  Riwayat Penyakit Keluarga
Ada dari keluarga pasien yang menderita penyakit Diabetes Melitus /gejala-gejala yang sama seperti yang diderita oleh pasien saat ini.

3.1.4. Pemeriksaan Fisik
a.    Pola fungsi kesehatan
1)      Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan :
Keuarga klien takut akan penyakit yang diderita klien, dan berharap agar bisa cepat sembuh
Penggunaan tembakau (bungkus/hari, pipa, cerutu, berapa lama, kapan berheti) : tidak menggunakan tembakau
Alkohol : tidak mengkonsmsi alkohol
Alergi (obat-obatan, makanan, plster dll) : makanan
2)      Pola nutrisi dan metabolisme
Diet/suplemen khusus : tidak ada
Nafsu makan : menurun
Penurunan sensasi kecap, mual-muntah, stomatitis : mual muntah
Fluktuasi BB 6 bulan terakhir (naik/turun) : turun
Kesulitan menelan (disfagia) : disfagia
Gigi : Lengkap
Frekuensi makan : 1-2x sehari
Jenis makanan : nasi, sayur, buah-buahan
Pantangan/alergi : ikan
3)      Pola eliminasi
BAB :
Frekuensi : lebih dari 3x sehari
Warna : kuning
Waktu : tidak teratur
Konsistensi : cair
Kesulitan (diare, konstipasi, inkontinensia) : inkontinensia
BAK :
Frekuensi : lebih dari 8x perhari jika dalam keadaan kejang
Kesulitan : inkotinensia
4)      Pola aktivitas dan latihan
Kekuatan otot : penurunan kekuatan/tonus otot secara menyeluruh
Kemampuan ROM : ada keterbatasan rentang gerak
Keluhan saat beraktivitas : mudah lelah, dan lemas saat berktivitas
5)      Pola istirahat dan tidur
Lama tidur : 4-6 jam sehari
Waktu : malam
6)      Pola kognitif dan persepsi
Status mental : penurunan kesadaran
Bicara : aphasia ekspresif
Kemampuan memahami : tidak
Tingkt ansietas : berat
Penglihatan : pandangan kabur
Ketidaknyamanan/nyeri : nyeri kronik
7)      Persepsi diri dan konsep diri
Perasaan klien tentang masalah kesehatan ini : klien merasa malu dan minder
8)      Pola peran hubungan
Pekerjaan : swasta
Sistem pendukung : keluarga
9)      Pola koping dan toleransi aktivitas
Hal yang dilakukan saat ada masalah : cerita dengan orang terdekat atau keluarga
Penggunaan obat untuk menghilangkan stress : ada
Keadaan emosi dalam sehari-hari : tegang
10)  Keyakinan dan kepercayaan
Agama : islam
Pengaruh agama dalam kehidupan : segala sesuatu dalam kehidupannya diserahkan pada agamanya
1.      Pemeriksaan fisik
1)      Keadaan umum : tampak gelisah dan bingung
Penampilan umum : bersih dan rapi
Kliean tampak sehat/sakit/sakit berat : sakit
Kesadaran :
BB : 50 kg
TB  : 155 cm
2)      Tanda-tanda vital
TD : 150/ 110mmHg
ND : 90 x/i
RR :22 1x/i
S     : 36,5 derajat celcius
3)      Kulit
Warna kulit : tidak sianosis
Kelembapan : kering
Turgor kulit : elastic berkurang
Ada/tidaknya oedema :  ada oedema
4)      Kepala :
Inspeksi : rambut bersih
Palpasi :tidak Ada benjolan
5)      Mata
Inspeksi : kekeruhan, berkabut atau opak pada lensa mata. Pada inspeksi visual katarak Nampak abu-abu atau putih susu. Pada inspeksi pada lampu senter, tidak timbul refeksi merah.
Fungsi penglihatan : gangguan penglihatan
Ukuran pupil : pupil dilatasi
Konjungtiva : anemis
Sklera : putih
6)      Telinga
            Fungsi pendengaran :tidak ada  gangguan pendengaran
Kebersihan : bersih
Sekret : tidak ada
7)      Hidung dan sinus
Fungsi penciuman : baik
Pembegkakan : tidak ada                                                        Perdarahan : tidak ada
Kebersihan : bersih                                                                  sekret : tidak ada
8)      Mulut dan tenggokan
Membran mukosa : kering                                                       kebesihan mulut : bersih
Keadaan gigi : lengkap
Tanda radang : Lidah
Trismus :tidak ada
Kesulitan menelan : tidak ada, disfagia tidak ada
9)      Leher
Trakea : simetris
Kelenjar limfe : ada
Kelenjar tiroid : tidak ada pembesaran
10)  Thorak/paru
Inspeksi : dada simetris dan tidak  menggunakan otot bantu pernafasan
Perkusi :tidak  ada massa, dengan tidak adanya peningkatan produksi mukus
Auskulktasi : pernafasan stridor (ngorok)
11)  Jantung
Inspeksi : iktus kordis terlihat
12)  Abdomen
Inspeksi : simetris
Auskultasi : peristaltik usus
Palpasi : tidak ada benjolan atau massa, tidak ada ascites
13)  Ekstremitas
Ekstremitas atas : pergerakan  normal
Ekstremitas bawah : pergerakan  normal
ROM :
Kekuatan otot : penurunan kekuatan tonus otot
14)  Neurologis
Kesadaran (GCS) :
Status mental : penurunan kesadaran
Motorik : kejang
Sensorik : gangguan pada sistem penglihatan,mata kabur ,pengelihatan silau dan gangguanpendengaran
Refleks fisiologis : mengalami penurunan terhadap respon stimulus

3.2. Analisa Data
No
Data
Etiologi
Masalah
1
DS:
-klien mengatakan pusing dan penglihatannya kabur, penglihatan kabur dirasakan sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu.
-klien mengatakan bahwa dokter menyarakan untuk dilakukan tindakan yaitu dikoreksi dengan dilator pupil.
DO:
- Pupil berwarna putih dan ada dilatasi pupil
-nucleus pada lensa menjadi coklat kuning, lensa menjadi opak, retina sulit dilihat
perdarahan intra okuler(dikoreksi dengan dilator pupil)
Resio tinggi terhadap cidera  
2
DS:
-klien mengatakan kesulitan melihat pada jarak jauh atau dekat, pandangan ganda, susah melihat pada malam hari.
-klien mengatakan bahwa dia juga mnderita penyakit diabetis mellitus
DO:
- terdapat gangguan keseimbangan pada susunan sel lensa oleh factor fisik dan kimiawi sehingga kejernihan lensa berkurang.
-Hiperglikemia
bedah pengangkatan katarak
Resiko tinggi terhadap infeksi
3
DS:
-klien mengatakan mengalami penglihatan kabur.
-Klien mengatakan mengalami penglihatan kabur, kesulitan melihat dari jarak jauh ataupun dekat
DO:
- pupil berwarna putih dan ada dilatasi pupil, nucleus pada lensa menjadi coklat kuning, lensa menjadi opak, retina sulit dilihat
gangguan penerimaan sensori/status organ indra penglihatan
Gangguan sensori persepsi(penglihatan)


Diagnosa keperawatan yang muncul
Ø  Resio tinggi terhadap cidera   b/d perdarahan intra okuler(dikoreksi dengan dilator pupil)
Ø  Resiko tinggi terhadap infeksi b/d bedah pengangkatan katarak
Ø  Gangguan sensori persepsi(penglihatan) b/d gangguan penerimaan sensori/status organ indra penglihatan
3.3. Nursing Care Planning
No
Diagnosa
Tujuan
Kriteria hasil
Intervensi
Rasional
1
Resio tinggi cidera  berhubungan dengan perdarahan intra okuler
Setelah dilakukan intervesi  selama 3x24 jam diharapkan perdrahan intra okuler dapat segera diatasi
Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunka faktor resiko dan untuk  melidungi diri dari cedera.
Mandiri :
1.     Diskusikan apa yang  terjadi pada pasca dikoreksi tentang nyeri, pembatasan aktivitas, penampilan dan balutan mata
2.     Batasi aktivitas seperti megerakkan kepala tiba-tiba, menggaruk mata, membongkok
3.     Dorong napas dalam batuk untuk bershan nafas berihan paru
4.     Pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi

5.     Minta pasien untuk membedakan antara ketidakyamanan dan nyeri mata tajam tiba-tiba, selidiki kegelisaan,disorientasi, gangguan balutan




Kolaborasi:
1.    berikan obat sesuai indikasi
·      antiemetik contoh proklorprazin






·      asetazolamid(diomox)






·      analgesik contoh empirin dengam kodein, asetaminofen(tynol)

1.     Membantu megurangi rasa takut an meningkatkan kerja sama  dalam pembatasan yang diperlukan

2.     Menurunkan stres pada area pengikisan/menurunkan TIO




3.     Batuk meningkatkan TIO


4.     Digunaknuntuk melindungi dari cedera dan menurunkan gerakan mata
5.     Ketidak amanan mungkin karena prosedur pembedahan, nyeri akut menunjukkan TIO dan atau perdarahan yang terjadi karena regangan dan atau tak diketahui penyebabnya.






·       mual, muntah dapat meningkatkan TIO, memerlukan tindakan segera untuk mencega cedera okuler
·       diberikan untuk menurun TIO bila terjadi peningkatan, membatasi kerja enzim pada produksi akueus humor
·       digunakan untuk ketidak nyamanan ringan, mencega gelisah yang dapat mempengaruhi TIO
2
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan bedah pengangkatan katarak
Setelah dilakukan intervesi  selama 3x24 jam diharapkan factor resiko infeksi dapat diatasi
-     Meningkat kan penyembuhan luka tepat waktu
-     bebas drainase purulen dan eritema
Mandiri
1.     Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum menyentu atau mengobati mata
2.     Gunakan atau tunjukan tehnik yang tepat untuk membersihkan mata dari dalam keluar dengan tisu basah atau bola kapas untuk tiap usapan ganti balutan dan masukkan lensa kontak bila menggunakan
3.     Tekankan pentingnya untuk  tidak menyentuh atau menggarut mata yang di operasi
4.     Obserpasi tanda terjadinya infeksi contah kemerahan, kelopak mata bengkak, drainase purulen.
Kolaborasi:
1.    Berikan obat sesuai indikasi
·      antibiotik(topical, perenteral, atau subkunjungival)










·      steroid

1.     Menurunkan jumlah bakteri pada tangan, mencega kontaminasi area operasi
2.     Tehnik aseptic menurunkan resiko penyebaran bakteri dan kontaminasi silang








3.     Mencegah kontaminasi dan kerusakan sisi operasi


4.     Infeksi mata terjadi 2-3 hari setelah prosedur dan memerlukan upaya intervensi yang tepat



·       sediakan topical yang digunakan sevara profilaksis, dimana terapi lebih akresif diperlukan bila terjadi infeksi. Catatan steroid mungkin ditambahkan pada antibiotic topical bila pasien mengalami implantasi.
·       Digunakan untuk menurunkan implamasi
3
Gangguan sensori persepsi(penglihatan) berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/status organ indra penglihatan
Setelah dilakukan intervesi  selama 3x24 jam diharapkan gangguan sensori persepsi dapat diatasi
-     Dapat meningkatkan ketajaman penglihatan batas situasi individu
-     Memperbaiki potensi bahaya dalam lingkunga
Mandiri
1.    Tentukann ketajaman penglihatan, catat apakah 1 atau 2 mata terlibat












2.    Orientasikan pasien terhadap lingkungan,stap, orang lain di area nya




3.   Observasi tanda-tanda dan gejala- gejala disorientasi, pertahankan pagar tempat tidur sampai benar-benar senbuh dari anastesia





4.   Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi , bicara, dan menyentuh sering, dorong orang terdekat tinggal dengan pasien

5.   Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata










6.    Ingatkan pasien menggunakan kacamata katarakyang tujuannya memperbesar kurang lebih 25% penglihatan perifer hilang dan buta titik mungkin ada

1.    kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi sebab kehilangan penglihatan terjadi lambat dan progresif. Bila bilateral tiap mata dapat berlangjut pada laju yang berbeda tetapi biasa nya hanya 1 mata diperbaiki perprosedur.
2.    memberikan peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan, menurunkan cemas dab disorientasi pasca operasi
3.    terbangun dan lingkungan tak dikenal dan mengalami tetbatasan penglihatan dapat mengakibatkan bingung pada orang tua. Menurunkan resiko jatuh bila pasien bingung atai tak kenal ukuran tempat tidur

4.    Memberikan rangsangan sensori tepat terhadap isolasi dan menurunkan bingung



5.    Gangguan penglihatan atau iritasi dapat berakhir  1-2 jam setelah diberikan pengobatan tetapi secara bertahap menurunkan dengan penggunaan.
Catatan :
Iritasi local harus dilaporkan ke dokter tetapi jangan hentikan penggunaan obat sementara
6.    perubahan ketajaman dan kedalaman persepsi dapat menyebabkan bingung penglihatan atau meningkatkan resiko cedera sampai pasien belajar untuk mengkompensasi.


3.4. Catatan Perkembangan
No
Diagnose Keperawatan
Implementasi

Evaluasi

1.
Resiko tinggi cidera  berhubungan dengan perdarahan intra okuler
Jam 08.00 wib
Mandiri :
1.    Mendiskusikan apa yang  terjadi pada pasca dikoreksi tentang nyeri, pembatasan aktivitas, penampilan dan balutan mata
2.    Membatasi aktivitas seperti megerakkan kepala tiba-tiba, menggaruk mata, membongkok
3.    Mendorong napas dalam batuk untuk bershan nafas berihan paru
4.    Mempertahankan perlindungan mata sesuai indikasi
5.    Meminta pasien untuk membedakan antara ketidakyamanan dan nyeri mata tajam tiba-tiba, selidiki kegelisaan,disorientasi, gangguan balutan
Kolaborasi:
1.    Memberikan obat sesuai indikasi
·      antiemetik contoh proklorprazin
·      asetazolamid(diomox)
Jam 12.00 wib
S:  klien meengatakan nyeri pasca dikoreksi sudah berkurang.
O:  klien tampak rileks pasca dikoreksi,tetapi aktivitas klien masih dibatasi,seperti terlalu banyak menggerkkan kapala dan menggaruk mata
A: Masalah teratasi sebagian,aktivitas klien masih dibatasi untuk melindungi mata pasca dikoreksi
P: Intervensi dilanjutkan
1.      Batasi aktivitas klien seperti megerakkan kepala tiba-tiba, menggaruk mata, membongkok
2.   Mempertahankan perlindungan mata sesuai indikasi
3.  Meminta pasien untuk membedakan antara ketidakyamanan dan nyeri mata tajam tiba-tiba, selidiki kegelisaan,disorientasi, gangguan balutan


2.
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan bedah pengangkatan katarak
Jam 08.00 wib
Mandiri
1.    Mendiskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum menyentu atau mengobati mata
2.    Menggunakan atau tunjukan tehnik yang tepat untuk membersihkan mata dari dalam keluar dengan tisu basah atau bola kapas untuk tiap usapan ganti balutan dan masukkan lensa kontak bila menggunakan
3.    Menekankan pentingnya untuk  tidak menyentuh atau menggarut mata yang di operasi
4.    Mengobserpasi tanda terjadinya infeksi contah kemerahan, kelopak mata bengkak, drainase purulen.
Kolaborasi:
1.    Memberikan obat sesuai indikasi
·      antibiotik(topical, perenteral, atau subkunjungival)
·      Steroid
Jam 12.00wib
S: Klien mengatakan dapat beristrahat dengan baik tanpa terasa nyeri pasca operasi pengangkatan katarak
O: klien dapat beristirahat dengan tenang dan lebih rilek serta tidak terdapat tanda-tanda terjadinya infeksi pada mata klien
A: Masalah klien teratasi sebagian,tidak terjadi infeksi pada mata klien pasca operasi.
P: Intervensi dilanjutkan
1.      Tekankan pentingnya untuk  tidak menyentuh atau menggarut mata yang di operasi
2.      obserpasi tanda terjadinya infeksi contah kemerahan, kelopak mata bengkak, drainase purulen


3.
Gangguan sensori persepsi(penglihatan) berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/status organ indra penglihatan
Jam 08.00 wib
Mandiri
1.        Menentukann ketajaman penglihatan, catat apakah 1 atau 2 mata terlibat
2.        Mengorientasikan pasien terhadap lingkungan,stap, orang lain di area nya
3.        Mengobservasi tanda-tanda dan gejala- gejala disorientasi, pertahankan pagar tempat tidur sampai benar-benar sembuh dari anastesia
4.        Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi , bicara, dan menyentuh sering, dorong orang terdekat tinggal dengan pasien
5.        Memperhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata
6.        Mengingatkan pasien menggunakan kacamata katarakyang tujuannya memperbesar kurang lebih
Jam 12.00 wib
S: klien mengatakan setelah dilakukan operasi matannya sudah dapat melihat walaupun tanpa bantuan kaca mata katarak
O: klien sudah dapat melihat benda-benda disekitarnya
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan














BAB IV
PENUTUP
4.1  Kesimpulan
              Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa yang mengakibatkan pengurangan visus oleh suatu tabir/layar yang diturunkan di dalam mata, seperti melihat air terjun.
menjadi kabur atau redup, mata silau yang menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan susah melihat Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif.  Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fungsional sampai derajat tertentu yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi.  Temuan objektif biasanya meliputi pengembunann seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop.
              Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina.  Hasilnya adalah pendangan di malam hari.Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih.


4.2  Saran
            Katarak adalah suatu penyakit degeneraf karena bertambahnya faktor usia,jadi untuk mencegah terjadinya ppenyakit katarak ini dapat dilakukan dengan pola hidup yang sehat seperti tidak mengkonsumsi alcohol dan minum minuman keras yang dapat memicu timbulnya katarak.dan salalu mengkonsumsi buah-buahan serta sayuran yang lebih banyak untuk menjaga kesehatan mata.



Daftar pustaka
Doenges, Marilyan E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Alih bahasa: I Made Kariasa. Jakarta . EGC
Long, C Barbara. 1996.Perawatan Medikal Bedah : 2.Bandung. Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran
Margaret R. Thorpe. Perawatan Mata. Yogyakarta . Yayasan Essentia Medica
Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa : Setiawan Sari. Jakarta. EGC
Sidarta Ilyas. 2001. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta. FKUI
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa : Agung Waluyo. Jakarta. EGC.

1 komentar:

  1. terim kasih sangat memudakan tugasku dan bisa memahami keseharian dalam tugas thank for you

    BalasHapus