MAKALAH SISTEM SENSORI DAN
PERSEPSI
ASUHAN KEPERAWATAN PADA
KLIEN KATARAK
KELOMPOK I
NAMA:
ELI FAHMIATI (1026010216)
LENA RACHMAWATI (1026010182)
MARLINA (1026010230)
RIA OKTARI (1026010236)
TITIN MARLENA (1026010225)
WENNY AFRIMEDENI
.P (1026010264)
OKI ALEXANDER (1026010086)
KEPERAWATAN
VII
Dosen
Pembimbing : IRHAN , S.Kep, NS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
TRI MANDIRI SAKTI BENGKULU
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 latar Belakang
Katarak adalah nama yang diberikan
untuk kekeruhan lensa yang mengakibatkan pengurangan visus oleh suatu
tabir/layar yang diturunkan di dalam mata, seperti melihat air terjun.
Jenis katarak yang paling sering
ditemukan adalah katarak senilis dan katarak senilis ini merupakan proses
degeneratif (kemunduran ).Perubahan yang terjadi bersamaan dengan presbiopi,
tetapi disamping itu juga menjadi kuning warnanya dankeruh,yang akan mengganggu
pembiasan cahaya.Walaupun disebut katarak senilis tetapi perubahan tadi dapat
terjadi pada umur pertengahan, pada umur 70 tahun sebagian individu telah
mengalami perubahan lensa walau mungkin hanya menyebabkan sedikit gangguan
penglihatan.
1.2
RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah:
1. Apa yang di maksud dengan katarak?
2. Apa saja etiologinya?
3. Bagaimana klasifikasinya?
4. Bagaimana penatalaksanaannya?
5. Bagaimana asuhan keperawatannya?
Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah:
1. Apa yang di maksud dengan katarak?
2. Apa saja etiologinya?
3. Bagaimana klasifikasinya?
4. Bagaimana penatalaksanaannya?
5. Bagaimana asuhan keperawatannya?
3. TUJUAN
Tujuan umum
Untuk mengetahui
asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit katarak
Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan Katarak
2. Untuk mengetahui apa saja etiologinya.
3. Untuk mengetahui klasifikasinya.
4. Untuk mengetahui penatalaksanaanya.
1. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan Katarak
2. Untuk mengetahui apa saja etiologinya.
3. Untuk mengetahui klasifikasinya.
4. Untuk mengetahui penatalaksanaanya.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH
SWT, karena penulis telah dapat menyelesaikan makalah tentang Asuhan
Keperawatan Dengan Katarak
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada
semua pihak terutama kepada yang terhormat dosen pembimbing Ns Irhan S.Kep dan rekan-rekan di kelas
Keperawatan yang telah banyak membantu
dan memberi dorongan dalam penyelesaian
makalah ini.
Hasil makalah ini tentunya belum sempurna, namun
bagi penulis hasil ini sangatlah berarti terutama dapat memberikan dorongan dan
sekaligus tantangan untuk terus berkarya sebagai pengisi kegiatan dan aktifitas
yang dituntut untuk terus berkarya dan berkreasi mengisi masa depan yang penuh
tantangan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mohon saran
dan kritik demi kesempurnaan makalah ini.
Bengkulu, Oktober 2013
Penulis
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Konsep Dasar Teori
2.1.1.
Anatomi Fisiologi
Anatomi Mata
Lensa
yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk
seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa
mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di
perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsula anterior dan
posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna
menjadi coklat kekuningan . Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti
duri di anterior dan poterior nukleus. Opasitaspada kapsul poterior merupakan
bentuk aktarak yang paling bermakna seperti kristal salju.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memaenjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak. Katarak bisa terjaadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian trauma atau sistemis (diabetes) tetapi paling sering karena adanya proses penuaan yang normal. Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar UV, obat-obatan, alkohol, merokok, dan asupan vitamin anti oksidan yang kurang dalam jangka waktu yang lama.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memaenjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak. Katarak bisa terjaadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian trauma atau sistemis (diabetes) tetapi paling sering karena adanya proses penuaan yang normal. Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar UV, obat-obatan, alkohol, merokok, dan asupan vitamin anti oksidan yang kurang dalam jangka waktu yang lama.
2.1.2.
Pengertian Katarak
Katarak merupakan keadaan di mana
terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa di dalam kapsul lensa (Sidarta
Ilyas, 1998)
Katarak adalah proses terjadinya
opasitas secara progresif pada lensa atau kapsul lensa, umumnya akibat dari
proses penuaan yang terjadi pada semua orang lebih dari 65 tahun (Marilynn
Doengoes, dkk. 2000).
Katarak adalah opasitas lensa kristalina
yang normalnya jernih. Biasanya terjadi akibat proses penuaan dapat timbul pada
saat kelahiran (katarak congenital). Dapat juga berhubungan dengan trauma mata
tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid jangka panjang, penyakit
sistemis seperti diabetes mellitus atau hipoparatiroidisme, pemejanan radiasi,
pemajanan yang lama sinar mata hari (sinar ultra violet), atau kelainan mata
lain seperti uveitis anterior. (Brunner & suddart, 2001)
2.1.3.
Etiologi
Sebagian besar katarak terjadi karena
proses degeneratif atau bertambahnya usia seseorang. Usia rata-rata terjadinya
katarak adalah pada umur 60 tahun keatas. Akan tetapi, katarak dapat pula
terjadi pada bayi karena sang ibu terinfeksi virus pada saat hamil muda.
Penyebab katarak lainnya meliputi:
a.Faktor keturunan.
b.Cacat bawaan sejak lahir.
c. Masalah kesehatan, misalnya diabetes.
d. Penggunaan obat tertentu, khususnya
steroid.
e. Gangguan metabolisme seperti DM
(Diabetus Melitus)
f. Gangguan pertumbuhan,
g. Mata tanpa pelindung terkena sinar
matahari dalam waktu yang cukup lama.
h.Rokok dan Alkohol
i.Operasi mata sebelumnya.
j.Trauma (kecelakaan) pada mata.
k. Faktor-faktor lainya yang belum
diketahui
2.1.4.
Patofisiologi
Lensa mata mengandung tiga komponen
anatomis: nucleus, korteks dan kapsul. Nukleus mengalami perubahan warna coklat
kekuningan seiring dengan bertambahnya usia. Disekitar opasitas terdapat
densitas seperti duri dianterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul
posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna. Perubahan fisik dan
kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Salah satu teori
menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai infulks air
kedalam lensa proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu
transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peranan
dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan
bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien menderita katarak.
Perubahan fisik dan kimia dalam
lensa mengakibatkan hilangnya transparasi. Perubahan pada serabut halus
multipel (zunula) yang memanjangdari badan silier sekitar daerah di luar lensa,
misalnya, dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan kimia
dalam protein lensa dapat menyebabkan kogulasi, sehingga mengabutkan pandangan
dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan
terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa.
Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar.
Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa
dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun denga bertambahnya usia dan tidak
ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral,
namun mempunyai kecepatan yang berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma
maupun sistemis, seperti diabetes, namun sebenarnya merupakan konsekwensi dari
proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik dan
“matang” ketika orang memasuki dekadeke tujuh. Katarak dapat bersifat
kongenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat
menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling
sering yang berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar
ultraviolet B, obat-obatan, alkohol, merokok, diabetes, dan asupan vitamin
antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama.
2.1.4.
Manifestasi Klinis
Biasanya gejala berupa keluhan
penurunan tajam pengelihatan secara progresif (seperti rabun jauh memburuk
secara progresif). Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan
akan bertambah putih. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan
tampak benar-benar putih ,sehingga refleks cahaya pada mata menjadi negatif
(-). Bila Katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan dapat
menimbulkan komplikasi berupa glaukoma dan uveitis.
Gejala umum gangguan katarak
meliputi :
1. Penglihatan tidak jelas, seperti
terdapat kabut menghalangi objek
2. Peka terhadap sinar atau cahaya
3. Dapat melihat dobel pada satu mata
4. Memerlukan pencahayaan yang terang
untuk dapat membaca
5. Lensa mata berubah menjadi buram
seperti kaca susu
2.1.6. Klasifikasi
v Katarak
dapat diklasifikasikan dalam golongan berikut :
Ø Katarak
perkembangan (developmenta!) dan degeneratif.
Ø Katarak
kongenital, juvenil, dan senil.
Ø Katarak
komplikata.
Ø Katarak
traumatik.
v Berdasarkan
usia pasien, katarak dapat di bagi dalam :
Ø katarak
kongenital, katarak yang terlihat pada usia di bawah 1 tahun
§ Katarak
kongenital merupakan kekeruhan lensa yang didapatkan sejak lahir, dan terjadi
akibat gangguan perkembangan embrio intrauterin. Biasanya kelainan ini tidak
meluas mengenai seluruh lensa
§ Letak
kekeruhan sangat tergantung pada saat terjadinya gangguan metabolisme serat
lensa
§ Katarak
kongenital yang terjadi sejak perkembangan serat lensa terlihat segera setelah
bayi Iahir sampai berusia 1 tahun
§ Katarak
ini terjadi karena gangguan metabolisme serat-serat lensa pada saat pembentukan
serat lensa akibat infeksi virus atau gangguan metabolisme jaringan lensa pada
saat bayi masih di dalam kandungan, dan gangguan metabolisme oksigen
§ Pada
bayi dengan katarak kongenital akan terlihat bercak putih di depan pupil yang
disebut sebagai leukokoria (pupil berwarna putih).
§ Setiap
bayi dengan leukokoria sebaiknya dipikirkan diagnosis bandingnya seperti
retinoblastorrma, endoftalmitis, fibroplasi retrolental, hiperplastik vitreus
primer, dan miopia tinggi di samping katarak sendiri
§ Katarak
kongenital merupakan katarak perkembangan sehingga sel-sel atau serat lensa
masih muda dan berkonsistensi cair.
§ Umumnya
tindakan bedah dilakukan dengan disisio lentis atau ekstraksi linear.
§ Tindakan
bedah biasanya dilakukan pada usia 2 bulah untuk mencegah ambliopia
eks-anopsia.
§ Pasca
bedah pasien memerlukan koreksi untuk kelainan refraksi matanya yang telah
menjadi afakia
Ø katarak
juvenil, katarak yang terlihat pada usia di atas 1 tahun dan di bawah 40 tahun
§ Katarak
juvenil yang terlihat setelah usia 1 tahun à
lanjutan katarak kongenital yang makin nyata,
§ Penyulit
penyakit lain, katarak komplikata, yang dapat terjadi akibat penyakit lokal
pada satu mata, seperti akibat uveitis anterior. glaukoma, ablasi retina,
miopia tinggi, ftisis bulbi, yang mengenai satu mata, penyakit sistemik,
seperti diabetes, hipoparatiroid, dan akibat trauma tumpul.
§ Biasanya
katarak juvenil ini merupakan katarak yang didapat dan banyak dipengaruhi oleh
beberapa faktor
Ø katarak
presenil, yaltu katarak sesudah usia 30 - 40
tahun
§ Katarak
senil biasanya mulai pada usia 50 tahun, kecuali bila disertai dengan penyakit
lainnya seperti diabetes melitus yang akan terjadi lebih cepat.
§ Kedua
mata dapat terlihat dengan derajat kekeruhan yang sama ataupun berbeda.
§ Proses
degenerasi pada lensa dapat terlihat pada beberapa stadium katarak senil.
§ Pada
katarak senil akan terjadi degenerasi lensa secara perlahan-lahan.
§ Tajam
penglihatan akan menurun secara berangsur-angsur.
§ Katarak
senil merupakan katarak yang terjadi akibat terjadinya degenerasi serat lensa
karena proses penuaan
Ø katarak
senil, yaitu katarak yang mulai terjadi pada usia lebih dari 40 tahun
Ø Stadium insipien,
o
di mana mulai timbul katarak akibat
proses degenerasi lensa.
o
Kekeruhan lensa berbentuk bercak-bercak
kekeruhan yang tidak teratur.
o
Pasien akan mengeluh gangguan
penglihatan seperti melihat ganda dengan satu matanya.
o
Pada stadium ini., proses degenerasi
belum menyerap cairan mata ke dalam lensa sehingga akan terlihat bilik mata
depan dengan kedalaman yang normal, iris dalam posisi biasa disertai dengan
kekeruhan ringan pada lensa.
o
Tajam penglihatan pasien belum
terganggu.
Ø Stadium imatur,
o
Lensa yang degeneratif mulai menyerap
cairan mata ke dalam lensa sehingga lensa menjadi cembung.
o
Terjadi pembengkakan lensa yang disebut
sebagai katarak intumesen. P
o
Terjadi miopisasi akibat lensa mata
menjadi cembung à
pasien menyatakan tidak perlu kacamata sewaktu membaca dekat.
o
Akibat lensa yang bengkak, iris
terdorong ke depan, bilik mata dangkal dan sudut bilik mata akan sempit atau
tertutup.
o
Pada stadium ini dapat terjadi glaukoma
sekunder.
o
Pada pemeriksaan uji bayangan iris atau
shadow test akan terlihat bayangan iris pada lensa. Uji bayangan iris positif
Ø Stadium matur
o
Merupakan proses degenerasi lanjut
lensa.
o
Terjadi kekeruhan seluruh lensa.
o
Tekanan cairan di dalam lensa sudah
dalam keadaan seimbang dengan cairan dalam mata sehingga ukuran lensa akan
menjadi normal kembali.
o
Pada pemeriksaan terlihat iris dalam
posisi normal, bilik mata depan normal, sudut bilik mata depan terbuka normal,
uji bayangan iris negatif.
o
Tajam penglihatan sangat menurun dan
dapat hanya tinggal proyeksi sinar positif
Ø Stadium hipermatur
o
terjadi proses degenerasi lanjut lensa
dan korteks lensa dapat mencair sehingga nukleus lensa tenggelam dalam korteks
lensa (katarak Morgagni).
o
Pada stadium ini jadi juga degenerasi
kapsul lensa sehingga bahan lensa ataupun korteks yang cair keluar dan masuk ke
dalam bilik mata depan.
o
Pada stadium matur akan terlihat lensa
yang lebih kecil daripada normal, yang akan mengakibatkan iris tremulans, dan
bilik mata depan terbuka.
o
Pada uji bayangan iris terlihat positif
walaupun seluruh lensa telah keruh sehingga stadium ini disebut uji bayangan
iris pseudopositif.
o
Akibat bahan lensa keluar dari kapsul,
maka akan timbul reaksi jaringan uvea berupa uveitis.
o
Bahan lensa ini juga dapat menutup jalan
keluar cairan bilik mata sehingga timbul glaukoma fakolitik.
Ø Katarak
komplikata, terjadi sebagai akibat langsung dari penyakit intraokuler, misalnya
akibat uveitis, glaukoma, retinitis pigmentossa & ablatio retinae. Biasanya
bersifat unilateral & prognosis tidak sebaik katarak senilis.
o
Katarak komplikata terjadi akibat
gangguan keseimbangan susunan sel lensa oleh faktor fisik atau kimiawi sehingga
terjadi gangguan kejernihan lensa.
o
Katarak komplikata dapat terjadi akibat
iridosiklitis, koroiditis, miopia tinggi, ablasio retina, dan glaukoma.
o
Katarak komplikata dapat terjadi akibat
kelainan sistemik yang akan mengenai kedua mata atau kelainan lokal yang akan
mengenai satu mata
Ø Katarak
Trauma: Katarak yang terjadi akibat trauma pada lensa mata
2.1.7. Pemeriksaan
Diagnostik
1. Keratometri
2. Pemeriksaan lampu slit
3. Oftalmoskopis
4. A-scan ultrasound (echography)
5. Hitung sel endotel sangat berguna
sebagai alat diagnostik, khususnya bila dipertimbangkan akan dilakukan
pembedahan. Dengan hitung sel endotel 2000 sel/mm3, pasien ini
merupakan kandidat yang baik untuk dilakukan fakoemulsifikasi dan implantasi
IOL.
2.1.8. Penatalaksanaan
Bila
penglihatan dapat dikoreksi dengan dilator pupil dan refraksi kuat sampai ke
titik di mana pasien melakukan aktivitas sehari-hari, maka penanganan biasanya
konservatif. Pembedahan diindikasikan
bagi mereka yang memerlukan penglihatan akut untuk bekerja ataupun
keamanan. Biasanya diindikasikan bila koreksi tajam penglihatan yang
terbaik yang dapat dicapai adalah 20/50 atau lebih buruk lagi bila ketajaman
pandang mempengaruhi keamanan atau kualitas hidup, atau bila visualisasi segmen
posterior sangat perlu untuk mengevaluasi perkembangan berbagai penyakit retina
atau sarf optikus, seperti diabetesdanglaukoma.
Ada 2 macam teknik pembedahan ;
Ada 2 macam teknik pembedahan ;
1. Ekstraksi katarak intrakapsuler Adalah pengangkatan seluruh lensa sebagai satu
kesatuan.
2. Ekstraksi katarak ekstrakapsuler Merupakan tehnik yang lebih disukai dan
mencapai sampai 98 % pembedahan katarak. Mikroskop digunakan untuk
melihat struktur mata selama pembedahan.
2.1.9. Pengobatan
Satu-satunya
adalah dengan cara pembedahan ,yaitu lensa yang telah keruh diangkat dan
sekaligus ditanam lensa intraokuler sehingga pasca operasi tidak perlu lagi
memakai kaca mata khusus (kaca mata aphakia). Setelah operasi harus dijaga
jangan sampai terjadi infeksi.
Pembedahan
dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa sehingga
mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan penyulit seperi
glaukoma dan uveitis. Teknik yang umum dilakukan adalah ekstraksi katarak
ekstrakapsular, dimana isi lensa dikeluarkan melalui pemecahan atau perobekan
kapsul lensa anterior sehingga korteks dan nukleus lensa dapat dikeluarkan
melalui robekan tersebut. Namun dengan tekhnik ini dapat timbul penyulit
katarak sekunder. Dengan tekhnik ekstraksi katarak intrakapsuler tidak terjadi katarak
sekunder karenaseluruh lensa bersama kapsul dikeluarkan, dapat dilakukan pada
yang matur dan zonula zinn telah rapuh, namun tidak boleh dilakukan pada pasien
berusia kurang dari 40 tahun, katarak imatur, yang masih memiliki zonula zinn.
Dapat pula dilakukan tekhnik ekstrakapsuler dengan fakoemulsifikasi yaitu
fragmentasi nukleus lensa dengan gelombang ultrasonik, sehingga hanya
diperlukan insisi kecil, dimana komplikasi pasca operasi lebih sedikit dan
rehabilitasi penglihatan pasien meningkat.
2.1.10.
Komplikasi
Ambliopia sensori, penyulit yg terjadi
berupa visus tdk akan mencapai 5/5. Komplikasi yang terjadi yaitu nistagmus dan
strabismus.
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1.
Pengkajian
3.1.1.
Identitas Klien
Ø
Nama :
Ny. W
Ø
Umur :
50 th
Ø
Jenis Kelamin : Perempuan
Ø
Agama :
islam
Ø
Status Perkawinan : kawin
Ø
Suku Bangsa : Indonesia
Ø
Pendidikan :
SMA
Ø
Pekerjaan :
swasta
Ø
Tgl masuk RS :
01 Januari 2012
Ø
No. Register :
15665
Penanggung
Jawab
Ø
Nama :
Tn. F
Ø
Umur :
56 th
Ø
Pekerjaan :
swasta
Ø
Alamat :
Hibrida 10
3.1.2. Keluhan utama
Klien
mengalami penglihatan kabur. Klien mengalami penglihatan kabur, kesulitan
melihat dari jarak jauh ataupun dekat.
3.1.3. Riwayat Kesehatan
Ø Riwayat kesehatan Sekarang
Pasien datang kerumah sakit dengan keluhan pusing dan
penglihatannya kabur, penglihatan kabur dirasakan sejak kurang lebih 1 tahun
yang lalu. Penglihatan kabur/tidak jelas dan seperti ada kabut serta terkadang
pasien merasa silau saat melihat cahaya. Klien juga mengalami kesulitan melihat
pada jarak jauh atau dekat, pandangan ganda, susah melihat pada malam hari.
Setelah dilakukan pengkajian pupil berwarna putih dan ada dilatasi pupil,
nucleus pada lensa menjadi coklat kuning, lensa menjadi opak, retina sulit
dilihat, terdapat gangguan keseimbangan pada susunan sel lensa oleh factor
fisik dan kimiawi sehingga kejernihan lensa berkurang.klien disarankan oleh
dokter untuk dilakukan tindakan pembedahan atau dikoreksi
dengan dilator pupil dan refraksi kuat sampai ke titik di mana pasien melakukan
aktivitas sehari-hari.klien jg mengalami hiperglikemia karena panyakit diabetis
yang dideritanya.
Ø Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat penyakit Diabetes Mellitus,
didiagnosis sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu.
Ø Riwayat Penyakit Keluarga
Ada dari keluarga pasien yang menderita penyakit Diabetes
Melitus /gejala-gejala yang sama seperti yang diderita oleh pasien saat ini.
3.1.4. Pemeriksaan Fisik
a.
Pola fungsi
kesehatan
1)
Pola persepsi dan
pemeliharaan kesehatan :
Keuarga
klien takut akan penyakit yang diderita klien, dan berharap agar bisa cepat
sembuh
Penggunaan
tembakau (bungkus/hari, pipa, cerutu, berapa lama, kapan berheti) : tidak
menggunakan tembakau
Alkohol
: tidak mengkonsmsi alkohol
Alergi
(obat-obatan, makanan, plster dll) : makanan
2)
Pola nutrisi dan
metabolisme
Diet/suplemen
khusus : tidak ada
Nafsu
makan : menurun
Penurunan
sensasi kecap, mual-muntah, stomatitis : mual muntah
Fluktuasi
BB 6 bulan terakhir (naik/turun) : turun
Kesulitan
menelan (disfagia) : disfagia
Gigi
: Lengkap
Frekuensi
makan : 1-2x sehari
Jenis
makanan : nasi, sayur, buah-buahan
Pantangan/alergi
: ikan
3)
Pola eliminasi
BAB
:
Frekuensi
: lebih dari 3x sehari
Warna
: kuning
Waktu
: tidak teratur
Konsistensi
: cair
Kesulitan
(diare, konstipasi, inkontinensia) : inkontinensia
BAK
:
Frekuensi
: lebih dari 8x perhari jika dalam keadaan kejang
Kesulitan
: inkotinensia
4)
Pola aktivitas dan
latihan
Kekuatan
otot : penurunan kekuatan/tonus otot secara menyeluruh
Kemampuan
ROM : ada keterbatasan rentang gerak
Keluhan
saat beraktivitas : mudah lelah, dan lemas saat berktivitas
5)
Pola istirahat dan
tidur
Lama
tidur : 4-6 jam sehari
Waktu
: malam
6)
Pola kognitif dan
persepsi
Status
mental : penurunan kesadaran
Bicara
: aphasia ekspresif
Kemampuan
memahami : tidak
Tingkt
ansietas : berat
Penglihatan
: pandangan kabur
Ketidaknyamanan/nyeri
: nyeri kronik
7)
Persepsi diri dan
konsep diri
Perasaan
klien tentang masalah kesehatan ini : klien merasa malu dan minder
8)
Pola peran hubungan
Pekerjaan
: swasta
Sistem
pendukung : keluarga
9)
Pola koping dan
toleransi aktivitas
Hal
yang dilakukan saat ada masalah : cerita dengan orang terdekat atau keluarga
Penggunaan
obat untuk menghilangkan stress : ada
Keadaan
emosi dalam sehari-hari : tegang
10) Keyakinan
dan kepercayaan
Agama
: islam
Pengaruh
agama dalam kehidupan : segala sesuatu dalam kehidupannya diserahkan pada
agamanya
1.
Pemeriksaan fisik
1)
Keadaan umum : tampak
gelisah dan bingung
Penampilan umum : bersih
dan rapi
Kliean tampak
sehat/sakit/sakit berat : sakit
Kesadaran :
BB : 50 kg
TB : 155 cm
2)
Tanda-tanda vital
TD : 150/ 110mmHg
ND : 90 x/i
RR :22 1x/i
S : 36,5 derajat celcius
3)
Kulit
Warna kulit : tidak
sianosis
Kelembapan : kering
Turgor kulit :
elastic berkurang
Ada/tidaknya oedema
: ada oedema
4)
Kepala :
Inspeksi : rambut
bersih
Palpasi :tidak Ada benjolan
5)
Mata
Inspeksi
: kekeruhan, berkabut atau opak pada lensa mata. Pada inspeksi visual katarak
Nampak abu-abu atau putih susu. Pada inspeksi pada lampu senter, tidak timbul
refeksi merah.
Fungsi
penglihatan : gangguan penglihatan
Ukuran
pupil : pupil dilatasi
Konjungtiva
: anemis
Sklera
: putih
6)
Telinga
Fungsi pendengaran :tidak ada gangguan pendengaran
Kebersihan
: bersih
Sekret
: tidak ada
7)
Hidung dan sinus
Fungsi
penciuman : baik
Pembegkakan
: tidak ada Perdarahan
: tidak ada
Kebersihan
: bersih sekret
: tidak ada
8)
Mulut dan tenggokan
Membran
mukosa : kering kebesihan
mulut : bersih
Keadaan
gigi : lengkap
Tanda
radang : Lidah
Trismus
:tidak ada
Kesulitan
menelan : tidak ada, disfagia tidak ada
9)
Leher
Trakea
: simetris
Kelenjar
limfe : ada
Kelenjar
tiroid : tidak ada pembesaran
10) Thorak/paru
Inspeksi
: dada simetris dan tidak menggunakan
otot bantu pernafasan
Perkusi
:tidak ada massa, dengan tidak adanya
peningkatan produksi mukus
Auskulktasi
: pernafasan stridor (ngorok)
11) Jantung
Inspeksi
: iktus kordis terlihat
12) Abdomen
Inspeksi
: simetris
Auskultasi
: peristaltik usus
Palpasi
: tidak ada benjolan atau massa, tidak ada ascites
13) Ekstremitas
Ekstremitas
atas : pergerakan normal
Ekstremitas
bawah : pergerakan normal
ROM
:
Kekuatan
otot : penurunan kekuatan tonus otot
14) Neurologis
Kesadaran
(GCS) :
Status
mental : penurunan kesadaran
Motorik
: kejang
Sensorik
: gangguan pada sistem penglihatan,mata kabur ,pengelihatan silau dan
gangguanpendengaran
Refleks
fisiologis : mengalami penurunan terhadap respon stimulus
3.2. Analisa Data
No
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
1
|
DS:
-klien
mengatakan pusing dan penglihatannya kabur, penglihatan kabur dirasakan sejak
kurang lebih 1 tahun yang lalu.
-klien
mengatakan bahwa dokter menyarakan untuk dilakukan tindakan yaitu dikoreksi dengan dilator
pupil.
DO:
- Pupil
berwarna putih dan ada dilatasi pupil
-nucleus
pada lensa menjadi coklat kuning, lensa menjadi opak, retina sulit dilihat
|
perdarahan
intra okuler(dikoreksi dengan dilator pupil)
|
Resio
tinggi terhadap cidera
|
2
|
DS:
-klien
mengatakan kesulitan melihat pada jarak jauh atau dekat, pandangan ganda,
susah melihat pada malam hari.
-klien
mengatakan bahwa dia juga mnderita penyakit diabetis mellitus
DO:
- terdapat
gangguan keseimbangan pada susunan sel lensa oleh factor fisik dan kimiawi
sehingga kejernihan lensa berkurang.
-Hiperglikemia
|
bedah
pengangkatan katarak
|
Resiko
tinggi terhadap infeksi
|
3
|
DS:
-klien
mengatakan mengalami penglihatan kabur.
-Klien
mengatakan mengalami penglihatan kabur, kesulitan melihat dari jarak jauh
ataupun dekat
DO:
-
pupil berwarna putih dan ada dilatasi pupil, nucleus pada lensa menjadi
coklat kuning, lensa menjadi opak, retina sulit dilihat
|
gangguan
penerimaan sensori/status organ indra penglihatan
|
Gangguan
sensori persepsi(penglihatan)
|
Diagnosa keperawatan yang muncul
Ø Resio
tinggi terhadap cidera b/d perdarahan
intra okuler(dikoreksi dengan dilator pupil)
Ø Resiko
tinggi terhadap infeksi b/d bedah pengangkatan katarak
Ø Gangguan
sensori persepsi(penglihatan) b/d gangguan penerimaan sensori/status organ
indra penglihatan
3.3. Nursing Care Planning
No
|
Diagnosa
|
Tujuan
|
Kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Resio
tinggi cidera berhubungan dengan
perdarahan intra okuler
|
Setelah
dilakukan intervesi selama 3x24 jam diharapkan
perdrahan intra okuler dapat segera diatasi
|
Menunjukkan
perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunka faktor resiko dan untuk melidungi diri dari cedera.
|
Mandiri
:
1. Diskusikan
apa yang terjadi pada pasca dikoreksi
tentang nyeri, pembatasan aktivitas, penampilan dan balutan mata
2. Batasi
aktivitas seperti megerakkan kepala tiba-tiba, menggaruk mata, membongkok
3. Dorong
napas dalam batuk untuk bershan nafas berihan paru
4. Pertahankan
perlindungan mata sesuai indikasi
5. Minta
pasien untuk membedakan antara ketidakyamanan dan nyeri mata tajam tiba-tiba,
selidiki kegelisaan,disorientasi, gangguan balutan
Kolaborasi:
1. berikan
obat sesuai indikasi
·
antiemetik contoh proklorprazin
·
asetazolamid(diomox)
·
analgesik contoh empirin dengam kodein, asetaminofen(tynol)
|
1. Membantu
megurangi rasa takut an meningkatkan kerja sama dalam pembatasan yang diperlukan
2. Menurunkan
stres pada area pengikisan/menurunkan TIO
3. Batuk
meningkatkan TIO
4. Digunaknuntuk
melindungi dari cedera dan menurunkan gerakan mata
5. Ketidak
amanan mungkin karena prosedur pembedahan, nyeri akut menunjukkan TIO dan
atau perdarahan yang terjadi karena regangan dan atau tak diketahui
penyebabnya.
·
mual, muntah dapat meningkatkan TIO,
memerlukan tindakan segera untuk mencega cedera okuler
·
diberikan untuk menurun TIO bila terjadi
peningkatan, membatasi kerja enzim pada produksi akueus humor
·
digunakan untuk ketidak nyamanan ringan,
mencega gelisah yang dapat mempengaruhi TIO
|
2
|
Resiko
tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan bedah pengangkatan katarak
|
Setelah
dilakukan intervesi selama 3x24 jam
diharapkan factor resiko infeksi dapat diatasi
|
-
Meningkat kan penyembuhan luka tepat waktu
-
bebas drainase purulen dan eritema
|
Mandiri
1. Diskusikan
pentingnya mencuci tangan sebelum menyentu atau mengobati mata
2. Gunakan
atau tunjukan tehnik yang tepat untuk membersihkan mata dari dalam keluar
dengan tisu basah atau bola kapas untuk tiap usapan ganti balutan dan
masukkan lensa kontak bila menggunakan
3. Tekankan
pentingnya untuk tidak menyentuh atau
menggarut mata yang di operasi
4. Obserpasi
tanda terjadinya infeksi contah kemerahan, kelopak mata bengkak, drainase
purulen.
Kolaborasi:
1. Berikan
obat sesuai indikasi
·
antibiotik(topical, perenteral, atau
subkunjungival)
·
steroid
|
1. Menurunkan
jumlah bakteri pada tangan, mencega kontaminasi area operasi
2. Tehnik
aseptic menurunkan resiko penyebaran bakteri dan kontaminasi silang
3. Mencegah
kontaminasi dan kerusakan sisi operasi
4. Infeksi
mata terjadi 2-3 hari setelah prosedur dan memerlukan upaya intervensi yang
tepat
·
sediakan topical yang digunakan sevara
profilaksis, dimana terapi lebih akresif diperlukan bila terjadi
infeksi. Catatan steroid mungkin ditambahkan pada antibiotic topical bila
pasien mengalami implantasi.
·
Digunakan untuk menurunkan implamasi
|
3
|
Gangguan
sensori persepsi(penglihatan) berhubungan dengan gangguan penerimaan
sensori/status organ indra penglihatan
|
Setelah
dilakukan intervesi selama 3x24 jam
diharapkan gangguan sensori persepsi dapat diatasi
|
-
Dapat meningkatkan ketajaman penglihatan batas
situasi individu
-
Memperbaiki potensi bahaya dalam lingkunga
|
Mandiri
1. Tentukann
ketajaman penglihatan, catat apakah 1 atau 2 mata terlibat
2. Orientasikan
pasien terhadap lingkungan,stap, orang lain di area nya
3. Observasi
tanda-tanda dan gejala- gejala disorientasi, pertahankan pagar tempat tidur
sampai benar-benar senbuh dari anastesia
4. Pendekatan
dari sisi yang tak dioperasi , bicara, dan menyentuh sering, dorong orang
terdekat tinggal dengan pasien
5. Perhatikan
tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata
6. Ingatkan
pasien menggunakan kacamata katarakyang tujuannya memperbesar kurang lebih
25% penglihatan perifer hilang dan buta titik mungkin ada
|
1. kebutuhan
individu dan pilihan intervensi bervariasi sebab kehilangan penglihatan
terjadi lambat dan progresif. Bila bilateral tiap mata dapat berlangjut pada
laju yang berbeda tetapi biasa nya hanya 1 mata diperbaiki perprosedur.
2. memberikan
peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan, menurunkan cemas dab disorientasi pasca operasi
3. terbangun
dan lingkungan tak dikenal dan mengalami tetbatasan penglihatan dapat
mengakibatkan bingung pada orang tua. Menurunkan resiko jatuh bila pasien
bingung atai tak kenal ukuran tempat tidur
4. Memberikan
rangsangan sensori tepat terhadap isolasi dan menurunkan bingung
5. Gangguan
penglihatan atau iritasi dapat berakhir
1-2 jam setelah diberikan pengobatan tetapi secara bertahap menurunkan
dengan penggunaan.
Catatan
:
Iritasi
local harus dilaporkan ke dokter tetapi jangan hentikan penggunaan obat
sementara
6.
perubahan
ketajaman dan kedalaman persepsi dapat menyebabkan bingung penglihatan atau
meningkatkan resiko cedera sampai pasien belajar untuk mengkompensasi.
|
3.4. Catatan Perkembangan
No
|
Diagnose Keperawatan
|
Implementasi
|
Evaluasi |
1.
|
Resiko tinggi cidera berhubungan dengan perdarahan intra okuler
|
Jam
08.00 wib
Mandiri
:
1. Mendiskusikan
apa yang terjadi pada pasca dikoreksi
tentang nyeri, pembatasan aktivitas, penampilan dan balutan mata
2. Membatasi
aktivitas seperti megerakkan kepala tiba-tiba, menggaruk mata, membongkok
3. Mendorong
napas dalam batuk untuk bershan nafas berihan paru
4. Mempertahankan
perlindungan mata sesuai indikasi
5. Meminta
pasien untuk membedakan antara ketidakyamanan dan nyeri mata tajam tiba-tiba,
selidiki kegelisaan,disorientasi, gangguan balutan
Kolaborasi:
1. Memberikan
obat sesuai indikasi
·
antiemetik contoh proklorprazin
·
asetazolamid(diomox)
|
Jam
12.00 wib
S: klien meengatakan nyeri pasca dikoreksi
sudah berkurang.
O: klien tampak rileks pasca dikoreksi,tetapi
aktivitas klien masih dibatasi,seperti terlalu banyak menggerkkan kapala dan
menggaruk mata
A:
Masalah teratasi sebagian,aktivitas klien masih dibatasi untuk melindungi
mata pasca dikoreksi
P: Intervensi
dilanjutkan
1. Batasi aktivitas klien
seperti megerakkan kepala tiba-tiba, menggaruk mata, membongkok
2.
Mempertahankan perlindungan mata sesuai indikasi
3.
Meminta pasien untuk membedakan antara ketidakyamanan dan nyeri mata
tajam tiba-tiba, selidiki kegelisaan,disorientasi, gangguan balutan
|
2.
|
Resiko tinggi terhadap infeksi
berhubungan dengan bedah pengangkatan katarak
|
Jam
08.00 wib
Mandiri
1. Mendiskusikan
pentingnya mencuci tangan sebelum menyentu atau mengobati mata
2. Menggunakan
atau tunjukan tehnik yang tepat untuk membersihkan mata dari dalam keluar
dengan tisu basah atau bola kapas untuk tiap usapan ganti balutan dan
masukkan lensa kontak bila menggunakan
3. Menekankan
pentingnya untuk tidak menyentuh atau
menggarut mata yang di operasi
4. Mengobserpasi
tanda terjadinya infeksi contah kemerahan, kelopak mata bengkak, drainase
purulen.
Kolaborasi:
1. Memberikan
obat sesuai indikasi
·
antibiotik(topical, perenteral, atau
subkunjungival)
·
Steroid
|
Jam
12.00wib
S:
Klien mengatakan dapat beristrahat dengan baik tanpa terasa nyeri pasca
operasi pengangkatan katarak
O: klien
dapat beristirahat dengan tenang dan lebih rilek serta tidak terdapat
tanda-tanda terjadinya infeksi pada mata klien
A: Masalah
klien teratasi sebagian,tidak terjadi infeksi pada mata klien pasca operasi.
P: Intervensi
dilanjutkan
1.
Tekankan pentingnya untuk tidak menyentuh atau menggarut mata yang di
operasi
2.
obserpasi tanda terjadinya infeksi contah
kemerahan, kelopak mata bengkak, drainase purulen
|
3.
|
Gangguan sensori
persepsi(penglihatan) berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/status
organ indra penglihatan
|
Jam
08.00 wib
Mandiri
1.
Menentukann ketajaman penglihatan, catat
apakah 1 atau 2 mata terlibat
2.
Mengorientasikan pasien terhadap
lingkungan,stap, orang lain di area nya
3.
Mengobservasi tanda-tanda dan gejala- gejala
disorientasi, pertahankan pagar tempat tidur sampai benar-benar sembuh dari
anastesia
4.
Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi ,
bicara, dan menyentuh sering, dorong orang terdekat tinggal dengan pasien
5.
Memperhatikan tentang suram atau penglihatan
kabur dan iritasi mata
6.
Mengingatkan pasien menggunakan kacamata
katarakyang tujuannya memperbesar kurang lebih
|
Jam
12.00 wib
S: klien
mengatakan setelah dilakukan operasi matannya sudah dapat melihat walaupun
tanpa bantuan kaca mata katarak
O: klien
sudah dapat melihat benda-benda disekitarnya
A:
Masalah teratasi
P: Intervensi
dihentikan
|
BAB
IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Katarak adalah nama yang diberikan
untuk kekeruhan lensa yang mengakibatkan pengurangan visus oleh suatu
tabir/layar yang diturunkan di dalam mata, seperti melihat air terjun.
menjadi
kabur atau redup, mata silau yang menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan
susah melihat Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya
klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan
fungsional sampai derajat tertentu yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan
tadi. Temuan objektif biasanya meliputi pengembunann seperti mutiara
keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop.
Ketika lensa sudah menjadi opak,
cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi
bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pendangan di malam
hari.Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih.
4.2 Saran
Katarak adalah suatu penyakit
degeneraf karena bertambahnya faktor usia,jadi untuk mencegah terjadinya
ppenyakit katarak ini dapat dilakukan dengan pola hidup yang sehat seperti
tidak mengkonsumsi alcohol dan minum minuman keras yang dapat memicu timbulnya
katarak.dan salalu mengkonsumsi buah-buahan serta sayuran yang lebih banyak
untuk menjaga kesehatan mata.
Daftar pustaka
Doenges, Marilyan E. 1999. Rencana
Asuhan Keperawatan. Alih bahasa: I Made Kariasa. Jakarta . EGC
Long, C Barbara. 1996.Perawatan Medikal Bedah : 2.Bandung. Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran
Margaret R. Thorpe. Perawatan Mata. Yogyakarta . Yayasan Essentia Medica
Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa : Setiawan Sari. Jakarta. EGC
Sidarta Ilyas. 2001. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta. FKUI
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa : Agung Waluyo. Jakarta. EGC.
Long, C Barbara. 1996.Perawatan Medikal Bedah : 2.Bandung. Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran
Margaret R. Thorpe. Perawatan Mata. Yogyakarta . Yayasan Essentia Medica
Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa : Setiawan Sari. Jakarta. EGC
Sidarta Ilyas. 2001. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta. FKUI
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa : Agung Waluyo. Jakarta. EGC.
terim kasih sangat memudakan tugasku dan bisa memahami keseharian dalam tugas thank for you
BalasHapus