OLEH : KELOMPOK 5
1.
DODI KISMORO
2.
ELI FAHMIATI
3.
IIS SHALIHAT
4.
MARLINA
5.
PAUL SAKTIAN DJOYO
6.
RIKO BIMNY
7.
RISKA
8.
TAUFIK
SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN
TRI
MANDIRI SAKTI
BENGKULU
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur
Alhamdulillah penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT serta nikmat ilmu dan
limpahan Rahmat serta karunia_Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Kelenjar
Paratiroid”.
Penulis ucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini terutama
kepada dosen pengajar mata kuliah Sistem endokrin Ns.Agus Supriyadi,S.Kep. dan
anggota kelompok yang sangat kompak dan saling membantu untuk menyelesaikan
tugas makalah ini.
Makalah ini belum sepenuhnya sempurna dan masih banyak
terdapat kekurangan. Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah
ini dapat berguna bagi pembaca dan memberikan informasi yang baru dan menambah
pengetahuan bagi kita semua.
Bengkulu, Oktober 2012
Tim Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang...................................................................................................
1.2.
Tujuan..................................................................................................
1.3.
Manfaat...............................................................................................
BAB II TINJAUAN
TEORITIS ............................................................................
2.1. Konsep Dasar
Teori..................................................................................
2.1.1. Pengertian.......................................................................................
2.1.2. Etiologi...........................................................................................
2.1.3. Klasifikasi .....................................................................................
2.1.4. Patofisiologi....................................................................................
2.1.5. WOC .............................................................................................
2.1.6. Manifestasi Klinis...........................................................................
2.1.7. Pemeriksaan Penunjang..................................................................
2.1.8. Komplikasi......................................................................................
2.1.9. Penatalaksanaan .............................................................................
2.1.10. Pencegahan dan faktor resiko ......................................................
2.2. Konsep Dasar
ASKEP
2.2.1. Pengkajian teoritis lengkap.............................................................
2.2.2. Diagnosa keperawatan yang mungkin
muncul...............................
2.2.3. Rencana ASKEP............................................................................
BAB III TINJAUAN
KASUS
3.1. Pengkajian
Lengkap ................................................................................
3.2.
Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul.......................................
3.2. NCP..........................................................................................................
3.3.
Implementasi ...........................................................................................
3.4.
Evaluasi (SOAP)......................................................................................
BAB IV PENUTUP
3.1. Kesimpulan...............................................................................................
3.2. Saran.........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
Bab I
Pendahuluan
1.1
Latar Belakang
Penderita
dengan kelainan hormon paratiroid, tidak tampak jelas pada kehidupan
sehari-hari. Kebanyakan pasien dengan kelainan hormon paratiroid mengalami gangguan
dari metabolisme kalsium dan fosfat. Adapun penyakit yang disebabkan oleh
kelainan hormon paratiroid yakni hipoparatiroid dan hiperparatiroid. Penyebab
kelainan hormon paratiroid sendiri secara spesifik belum diketahui, namun
penyebab yang biasa ditemukan yakni hiperplasia paratiroid, adenoma soliter dan
karsinoma paratiroid. Parathormon yang meningkat menyebabkan resorpsi tulang,
ekskresi ginjal menurun dan absorpsi kalsium oleh usus meningkat. Pada keadaan
ini dapat menyebabkan peningkatan sekresi kalsium sehingga manifestasi klinis
yang terjadi pada kerusakan Pada area tulang dan ginjal.Prevalensi penyakit
hipoparatiroid di Indonesia
jarang ditemukan. Kira-kira 100 kasus dalam setahun yang dapat diketahui,
sedangkan di negara maju seperti Amerika Serikat penderita penyakit
hipoparatiroid lebih banyak ditemukan, kurang lebih 1000 kasus dalam setahun.
Pada Wanita mempunyai resiko untuk terkena hipoparatiroidisme lebih besar dari
pria. Prevalensi penyakit hiperparatiroid di Indonesia kurang lebih 1000 orang
tiap tahunnya. Wanita yang berumur 50 tahun keatas mempunyai resiko yang lebih
besar 2 kali dari pria. Di Amerika Serikat sekitar 100.000 orang diketahui
terkena penyakit hiperparatiroid tiap tahun. Perbandingan wanita dan pria
sekitar 2 banding 1. Pada wanita yang berumur 60 tahun keatas sekitar 2 dari
10.000 bisa terkena hiperparatiroidisme. Hiperparatiroidisme primer merupakan
salah satu dari 2 penyebab tersering hiperkalsemia; penyebab yang lain adalah
keganasan. Kelainan ini dapat terjadi pada semua usia tetapi yang tersering
adalah pada dekade ke-6 dan wanita lebih serinbg 3 kali dibandingkan laki-laki.
Insidensnya mencapai 1:500-1000. Bila timbul pada anak-anak harus dipikirkan
kemungkinan endokrinopati genetik seperti neoplasia endokrin multipel tipe I
dan II.Kelenjar paratiroid berfungsi mensekresi parathormon (PTH), senyawa yang
membantu memelihara keseimbangan dari kalsium dan phosphorus dalam tubuh. Oleh
karena itu yang terpenting hormon paratiroid penting sekali dalam pengaturan
kadar kalsium dalam tubuh sesorang.
Dengan
mengetahui fungsi dan komplikasi yang dapat terjadi pada kelainan atau gangguan
pada kelenjar paratiroid ini maka perawat dianjurkan untuk lebih peka dan
teliti dalam mengumpulkan data pengkajian awal dan menganalisa suatu respon
tubuh pasien terhadap penyakit, sehingga kelainan pada kelenjar paratiroid
tidak semakin berat.
Berdasarkan
latar belakang di atas, penulis tertarik untuk membahas tentang asuhan
keperawatan pada klien gangguan fungsi kelenjar paratiroid(Hipo/hipertiroid).
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum :
Penanganan
pasien dengan gangguan kelenjar paratiroid dapat teratasi dengan cepat dan
tepat sesuai pengkajian secara lengkap yang dilakukan oleh perawat.
1.2.2
Tujuan Khusus :
Perawat
dapat lebih teliti dan lengkap dalam melakukan pengkajian terhadap
gejala-gejala yang mengarah ke gangguan kelenjar paratiroid.
1.3 Manfaat
·
Secara aplikatif,
makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan ketermapilan kelompok
dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan kelenjar
paratiroid.
·
Menambah pengetahuan
dan wawasan bagi semua pembaca tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan kelenjar paratiroid.
Bab
II
TINJAUAN TEORITIS
2.1.Pengertian
2.1.1 Pengertian
Hipoparatiroid
Hipoparatiroid terjadi akibat hipofungsi
paratiroid atau kehilangan fungsi kelenjar paratiroid sehingga menyebabkan
gangguan metabolisme kalsium dan fosfor; serum kalsium menurun (bisa sampai 5
mg %), serum fosfor meninggi (9,5-12,5 mg%). Keadaan ini jarang sekali
ditemukan dan umumnya sering sering disebabkan oleh kerusakan atau pengangkatan
kelenjar paratiroid pada saat operasi paratiroid atau tiroid, dan yang lebih
jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid (secara congenital).
(www.endocrine.com)
2.1.2 Pengertian Hiperparatiroid
Hiperparatiroid
adalah suatu keadaan dimana kelenjar-kelenjar paratiroid memproduksi lebih
banyak hormon paratiroid dari biasanya. Pada pasien dengan hiperparatiroid,
satu dari keempat kelenjar paratiroid yang tidak normal dapat membuat kadar hormon
paratiroid tinggi tanpa mempedulikan kadar kalsium. dengan kata lain satu dari
keempat terus mensekresi hormon paratiroid yang banyak walaupun kadar kalsium
dalam darah normal atau meningkat.
Jika
jumlah hormon paratiroid yang disekresi lebih banyak daripada yang dibutuhkan
maka ini kita sebut hiperparatiroid primer. Jika jumlah yang disekresi lebih
banyak karena kebutuhan dari tubuh maka keadaan ini disebut hiperparatiroid
sekunder.
2.2
Klasifikasi
Pembagian kelenjar paratiroid
berdasarkan kadar kalsium yang dihasilkan:
1. Hipoparatiroidisme
Terjadinya kekurangan didalam darah atau
Hipokalsemia mengakibatkan keadaan yang disebut telani. Dengan gejala khas
kejang dan konvulsi, kususnya pada tangan dan kaki yang disebut karpopedal
spasmus. Gejala—ini dapat diringankan dengan pemberian kalsium.
2. Hiperparatiroidisme
Biasanya ada sangkut pautnya dengan pembesaran (tumor) kelenjar. Keseimbangan distrusi kalium terganggu, kalsium dikeluarkan lagi dari tulang dan dimasukan kembali keserum darah akibatnya terjadi penyakit tulangdengan tanda-tanda yang khas beberapa bagian kropos, yang dikenal sebagai otatis fibrosc stistika parens dan terbentuk kristal pada tulang, kalsiumnya diedarkan didalam ginjal dan dapat menyebabkan batu ginjal dan kegagalan ginjal hiperfungsi paratiroid terjadi memproduksi lebih banyak hormone paratiroksin dari biasanya.
Biasanya ada sangkut pautnya dengan pembesaran (tumor) kelenjar. Keseimbangan distrusi kalium terganggu, kalsium dikeluarkan lagi dari tulang dan dimasukan kembali keserum darah akibatnya terjadi penyakit tulangdengan tanda-tanda yang khas beberapa bagian kropos, yang dikenal sebagai otatis fibrosc stistika parens dan terbentuk kristal pada tulang, kalsiumnya diedarkan didalam ginjal dan dapat menyebabkan batu ginjal dan kegagalan ginjal hiperfungsi paratiroid terjadi memproduksi lebih banyak hormone paratiroksin dari biasanya.
Hipoparatiroid
dapat berupa hipoparatiroid neonatal, simple idiopatik hipoparatiroid, hipoparatiroi pascabedah
1. Hipoparatiroid neonatal
Hipoparatiroid
neonatal dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang sedang menderita
hiperparatiroid. Aktivitas paratiroid fetus sewaktu dalam uterus ditekan oleh
maternal hiperkalsemia.
2. Simple idiopatik hipoparatiroid
Gangguan
ini dapat ditemukan pada anak-anak atau orang dewasa. Terjadinya sebagai akibat
pengaruh autoimun yang ada hubungannya dengan antibodi terhadap paratiroid,
ovarium, jaringan lambung dan adrenal. Timbulnya gangguan ini dapat disebabkan
karena menderita hipoadrenalisme, hipotiroidisme, diabetes mellitus, anemia
pernisiosa, kegagalan ovarium primer, hepatitis, alopesia dan kandidiasis.
3.
Hipoparatiroid pascabedah
Kelainan
ini terjadi sebagai akibat operasi kelenjar tiroid, atau paratiroid atau
sesudah operasi radikal karsinoma faring atau esofagus. Kerusakan yang terjadi
sewaktu operasi tiroid, biasanya sebagai akibat putusnya aliran darah untuk
kelenjar paratiroidisme karena pengikatan arteri tiroid inferior.
Hipoparatiroid yang terjadi bersifat sementara atau permanen. Karena itu kadar
kalsium serum harus diperiksa sesudah melakukan operasi-operasi tersebut, tiga
bulan kemudian dan sewaktu-waktu bila ada kelainan klinis walaupun tak khas
yang menjurus pada diagnosis hipoparatiroid.
Hiperparatirod
dapat berupa hiperparatiroid primer, sekunder, tertier dan intoksikasi
paratiroid akut.
- Hiperparatiroid primer
Gejala
klinis hiperparatiroid primer dapat beraneka ragam dan dibagi dalam 4 kelompok,
yaitu :
1.
Sebagai
akibat hiperkalsemia yang gejalanya berupa anoreksia, nausea, muntah-muntah,
konstipasi dan berat badan menurun, lekas lelah dan otot-otot lemah, miopati
proksimal, polidipsi dan poliuria (diabetes insipidus like syndrome), perubahan
mental (depresi, stupor, perubahan personalitas, koma, konvulsi).
2.
Sebagai
akibat kalsifikasi visceral, kalsifikasi pada ginjal berupa kalkuli,
nefrokalsinosis. Kalsifikasi ocular terjadi karena deposit kalsium pada
konjungtiva dan kelopak mata, band keratopathy.
3.
Sebagai
akibat peningkatan resorbsi tulang, nyeri tulang dan deformitas, fraktur
patologis, osteoklastoma dan perubahan gambaran tulang pada foto x-ray.
4.
Sebagai
akibat hipertensi, gagal ginjal, ulkus peptic, sindrom Zollinger Ellison,
pankreatitis akut, pankreatitis menahun dan kalkuli, multiple adenomatosis
syndrome, hiperurisemia, gout.
Apabila
ditemukan gambaran klinis, seperti tersebut di atas, maka harus curiga akan
kemungkinan hiperpatiroidisme. Jarang sekali teraba tumor pada kelenjar
paratiroid dan bila teraba umumnya adalah adenoma tiroid. Usaha selanjutnya
untuk menegakkan diagnosis adalah : Tentukan kadar kalsium dalam plasma;
Singkirkan penyebab-penyebab lain dari hiperkalsemia dan hiperkalsuria;
tentukan tempat dan lokalisasi kelainan paratiroid; teliti komplikasi dan
hubungannya dengan hiperparatiroid karena apabila pada seorang penderita ditemukan
kalkuli renal atau nefrokalsinosis, maka penting untuk meneliti perubahan pada
organ lain yang ada hubungannya dengan hiperkalsemia. Menurut Hall and Anderson, kalkuli renal
timbul pada 2/3 atau lebih penderita hiperparatiroid. Apabila hiperparatiroid
dan kegagalan ginjalterdapat pada saat yang sama, maka akan sangat sukar untuk
menentukan mana yang primer.
Pengobatan
hiperparatiroid primer dilakukan apabila diagnosis sudah pasti,
penatalaksanaannya sebagai berikut :
1.
Pembedahan
yaitu dengan ekstirpasi tumor sedini mungkin . Kontra indikasi operasi hanyalah
pada keadaan Terminal anuric renal failure.
2.
Medikamentosa
: terapi ini terdiri atas diet banyak kalsium, serta cukup vitamin D. Pada
pascabedah, kadar kalsium serum menurun pada 24-48 jam pertama, tapi akan
menjadi normal kembali.
3.
Prognosis
cukup baik bila diagnosis penyakit cepat ditegakkan dan tumor di ekstirpasi
sedini mungkin. Setelah tumor diekstirpasi, tulang-tulang akan menjadi normal
kembali. Prognosis bergantung juga pada keadaan fungsi ginjalnya. Terjadinya
hiperparatiroid rekuren sesudah 5 tahun operasi, rata-rata hanyalah 15 %.
2.
Hiperparatiroid sekunder.
Hiperparatiroid
sekunder merupakan suatu keadaan dimana sekresi hormon paratiroid meningkat
lebih banyak dibanding dengan keadaan normal, karena kebutuhan tubuh meningkat
sebagai proses kompensasi. Pada keadaan ini terdapat hiperplasi dan hiperfunsi
merata pada keempat kelenjar paratiroid, terutama dari chief cells. Biasanya
penyebab primer adalah kegagalan ginjal menahun, dan glomerulonefritis atau
pyelonefritis menahun.
Penyakit
lain yang juga dapat menyebabkan hiperparatiroid sekunder adalah osteogenesis
imperfekta, penyakit paget multiple mieloma, karsinoma dengan metastase tulang.
Gambaran klinis hiperparatiroid sekunder yang timbul disebabkan oleh penyakit
ginjal menahun, kadang-kadang dapat membaik setelah dilakukan hemodialisis.
Dalam
penatalaksanaan hiperparatiroid sekunder hal yang utama adalah manajemen medis.
Penyembuhan dengan calcitriol dan kalsium dapat mencegah atau meminimalisir
hiperparatiroid sekunder. Kontrol kadar cairan fosfat dengan diet rendah fosfat
juga penting. Pasien yang mengalami predialysis renal failure, biasanya
mengalami peningkatan kadar hormon paratiroid. Penekanan sekresi hormon
paratiroid dengan low-dose calcitriol mungkin dapat mencegah hiperplasia
kelenjar paratiroid dan hiperparatiroid sekunder.Pasien yang mengalami
dialysis-dependent chronic failure membutuhkan calcitriol, suplemen kalsium,
fosfat bebas aluminium, dan cinacalcet (sensipar) untuk memelihara level cairan
kalsium dan fosfat. Karena pasien dialysis relatif rentan terhadap hormon
paratiroid. Pasien yang mengalami nyilu tulang atau patah tulang, pruritus, dan
calciphylaxis perlu perawatan dengan jalan operasi. Kegagalan pada terapi medis
untuk mengontrol hiperparatiroid juga mengindikasikan untuk menjalani operasi.
Umumnya, jika level hormon paratiroid lebih tinggi dari 400-500 pg/mL setelah
pengoreksian kadar kalsium dan level fosfor dan terbukti adanya kelainan pada
tulang, pengangkatan kelenjar paratiroid sebaiknya dipertimbangkan.
3. Hiperparatiroid tersier
Istilah
hiperparatiroid tersier digunakan untuk menunjukkan perkembangan lanjut tipe
sekunder, dimana terjadi autonomi kelenjar paratiroid. Seperti hiperparatiroid
primer, maka bentuk tersier memerlukan tindakan pembedahan ekstirpasi adenoma,
kecuali bila kegagalan ginjal sudah terlalu berat, maka dilakukan hemodialisis
terlebih dahulu kemudian disusul ekstirpasi adenoma. Pemberian vitamin D
kadang-kadang masih diperlukan untuk mencegah terjadinya hipokalsemia.
Pengobatan
penyakit hiperparatiroid tersier adalah dengan cara pengangkatan total kelenjar
paratiroid disertai pencangkokan atau pengangkatan sebagian kelenjar paratiroid
2.3 Etiologi
2.3.1 Etiologi
Hipoparatiroid
Penyebab
spesifik dari penyakit hipoparatiroid belum dapat diketahui secara pasti.
Adapun etiologi yang dapat ditemukan pada penyakit hipoparatiroid, antara lain
:
1.
Defisiensi
sekresi hormon paratiroid, ada dua penyebab utama:
·
Post
operasi pengangkatan kelenjar partiroid dan total tiroidektomi.
·
Idiopatik,
penyakit ini jarang dan dapat kongenital atau didapat (acquired).
2.
Hipomagnesemia.
3.
Sekresi
hormon paratiroid yang tidak aktif.
4. Resistensi terhadap hormon
paratiroid (pseudohipoparatiroidisme
2.3.2 Etiologi
Hipertiroid
Salah
satu penyebab hiperparatiroidisme dari banyaknya hiperfungsi kelenjar
paratiroid adalah adenoma soliter (penyakit von Recklinghausen). Secara umum bahwa kelainan
kelenjar yang biasanya tunggal ditemukan ± 80 %. Kelainan pada kelenjar
biasanya neoplasma yang benigna atau adenoma sedangkan paratiroid karsinoma
sangat jarang. Beberapa ahli bedah dan ahli patologis melaporkan bahwa
pembesaran dari kelenjar yang multiple umumnya jenis adenoma yang ganda. Pada ±
15 % pasien semua kelenjar hiperfungsi, contohnya chief cell parathyroid
hyperplasia, biasanya herediter dan frekuensinya berhubungan dengan kelainan
endokrin lainnya, yaitu Multiple Endocrine Neoplasia (MEN). Hiperparatiroidisme
yang herediter dapat terjadi tanpa kelainan endokrin lainnya tetapi biasanya
bagian dari Multiple Endocrine Neoplasia syndrome. MEN 1 (Wermer’s syndrome)
terdiri dari hiperparatiroidisme dan tumor dari pituitary dan pancreas, juga
berhubungan dengan hipersekresi gaster dan ulkus peptikum (Zollinger-Ellison
syndrome).
2.4 Patofisiologi
Pada
hipoparatiroidisme terdapat gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat, yakni
kalsium serum menurun (bisa sampai 5 mgr%) dan fosfat serum meninggi (bisa
sampai 9,5 - 12,5 mgr%).Pada yang post operasi disebabkan tidak adekuat
produksi hormon paratiroid karena pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat
operasi. Operasi yang pertama adalah untuk mengatasi keadaan hiperparatiroid
dengan mengangkat kelenjar paratiroid. Tujuannya adalah untuk mengatasi sekresi
hormon paratiroid yang berlebihan, tetapi biasanya terlalu banyak jaringan yang
diangkat. Operasi kedua berhubungan dengan operasi total tiroidektomi. Hal ini
disebabkan karena letak anatomi kelenjar tiroid dan paratiroid yang dekat
(diperdarahi oleh pembuluh darah yang sama) sehingga kelenjar paratiroid dapat
terkena sayatan atau terangkat. Hal ini sangat jarang dan biasanya kurang dari
1 % pada operasi tiroid. Pada banyak pasien tidak adekuatnya produksi sekresi
hormon paratiroid bersifat sementara sesudah operasi kelenjar tiroid atau kelenjar
paratiroid, jadi diagnosis tidak dapat dibuat segera sesudah operasi.
Pada
pseudohipoparatiroidisme timbul gejala dan tanda hipoparatiroidisme tetapi
kadar PTH dalam darah normal atau meningkat. Karena jaringan tidak berespons
terhadap hormon, maka penyakit ini adalah penyakit reseptor. Terdapat dua
bentuk:
1)
pada
bentuk yang lebih sering, terjadi pengurangan congenital aktivitas Gs sebesar
50 %, dan PTH tidak dapat meningkatkan secara normal konsentrasi AMP siklik,
2)
pada
bentuk yang lebih jarang, respons AMP siklik normal tetapi efek fosfaturik
hormon terganggu.
2.5 WOC
2.6 Manifestasi
Klinis
Gejala-gejala utama adalah reaksi-reaksi
neuromuscular yang berlebihan yang disebabkan oleh kalsium serum yang sangat
rendah. Keluhan-keluhan dari penderita (70 %) adalah tetani atau tetanic
aequivalent.
Tetani
menjadi manifestasi sebagai spasmus corpopedal dimana tangan berada dalam
keadaan fleksi sedangkan ibu jari dalam adduksi dan jari-jari lain dalam
keadaan ekstensi. Juga sering didapatkan articulatio cubitti dalam keadaan
fleksi dan tungkai bawah dan kaki dalam keadaan ekstensi.
Dalam
titanic aequivalent:
1.
Konvulsi-konvulsi
yang tonis atau klonis
2.
Stridor
laryngeal (spasme) yang bisa menyebabkan kematian
3.
Parestesia
4.
Hipestesia
5.
Disfagia
dan disartria
6.
Kelumpuhan
otot-otot
7.
Aritmia
jantung
Pada
pemeriksaan kita bisa menemukan beberapa refleks patologis:
1.
Erb’s
sign:Dengan stimulasi listrik kurang dari 5 milli-ampere sudah ada kontraksi
dari otot (normal pada 6 milli-ampere)
2.
Chvostek’s
sign:Ketokan ringan pada nervus fasialis (didepan telinga tempat keluarnya dari
foramen sylomastoideus) menyebabkan kontraksi dari otot-otot muka.
3.
Trousseau’s
sign:Jika sirkulasi darah dilengan ditutup dengan manset (lebih dari tekanan
sistolik) maka dalam tiga menit tangan mengambil posisi sebagaipada spasme
carpopedal
4.
Peroneal
sign:Dengan mengetok bagian lateral fibula di bawah kepalanya akan terjadi
dorsofleksi dan adduksi dari kaki
Pada
± 40 % dari penderita-penderita kita mencurigai adanya hipoparatiroidisme
karena ada kejang-kejang epileptik. Sering pula terdapat keadaan psikis yang
berubah, diantaranya psikosis. Kadang-kadang terdapat pula perubahan-perubahan
trofik pada ectoderm:
·
Rambut
: tumbuhnya bisa jarang dan lekas putih.
·
Kulit
: kering dan permukaan kasar, mungkin terdapat pula vesikula dan bulla.
·
Kuku
: tipis dan kadang-kadang ada deformitas.
·
Pada
anak-anak badan tumbuh kurang sempurna, tumbuhnya gigi-gigi tidak baik dan
keadaan mental bisa tidak sempurna. Juga agak sering terdapat katarak pada
hipoparatiroidis.
2.7
Pemeriksaan Diagnosa
·
Elektrokardiografi
:ditemukan interval QT yang lebih panjang.
·
Foto
Rontgen :sering terlihat kalsifikasi bilateral pada ganglion basalis di
tengkorak, kadang- kadang juga
serebellum dan pleksus koroid, densitas tulang normal/bertambah.
·
Laboratorium :Kadar kalsium serum rendah,
kadar fosfor anorganik tinggi, fosfatase alkali normal atau rendah
·
Pemeriksaanpenunjangnya
adalah
Pemeriksaan kadar kalsium serum dan Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan kadar kalsium serum dan Pemeriksaan radiologi
2.8 Pentalaksanaan
2.8.1 Penatalaksanaan
Medis Hipoparatirid
1.
Hipoparatiroid
akut
Serangan tetani akut paling baik
pengobatannya adalah dengan pemberian intravena 10-20 ml larutan kalsium
glukonat 10% (atau chloretem calcium) atau dalam infus.
Di samping kalsium intravena,
disuntikkan pula parathormon (100-200 U) dan vitamin D 100.000 U per oral.
2.
Hipoparatiroid
menahun
Tujuan pengobatan yang dilakukan
untuk hipoparatiroid menahun ialah untuk meninggikan kadar kalsium dan
menurunkan fosfat dengan cara diet dan medikamentosa. Diet harus banyak
mengandung kalsium dan sedikit fosfor. Medikamentosa terdiri atas pemberian
alumunium hidroksida dengan maksud untuk menghambat absorbsi fosfor di usus.
Di samping itu diberikan pula
ergokalsiferol (vitamin D2), dan yang lebih baik bila ditambahkan
dihidrotakisterol. Selama pengobatan hipoparatiroid, harus waspada terhadap
kemungkinan terjadi hiperkalsemia. Bila ini terjadi, maka kortisol diperlukan
untuk menurunkan kadar kalsium serum.
2.8.2 Penatalaksanaan Hiperparatiroid
1. Penyembuhan Hiperparatiroid primer
Operasi
pengangkatan kelenjar yang semakain membesar adalah penyembuhan utama untuk 95%
penderita hiperparatiroidisme. Apabila operasi tidak memungkinkan atau tidak
diperlukan, berikut ini tindakan yang dapat dilakukan untuk menurunkan kadar kalsium:
a. Memaksakan
cairan
b. Pembatasan
memakan kalsium
c. Mendorong
natrium dan kalsium diekskresikan melalui urin dengan menggunakan larutan ga5ram normal, pemberiaqn Lasix, atau
Edrecin.
d. Pemberian
obat natrium, kalium fosfat, kalsitonin, Mihracin atau bifosfonat.
e. Obati
hiperkalsemia dengan cairan, kortikosteroid atau mithramycin)
f. Operasi
paratiroidektomi
g. Obati
penyakit ginjal yang mendasarinya
2. Penyembuhan
hiperparatiroid sekunder
Tidak
seperti hiperparatiroidisme, manajemen medis adalah hal yang utama untuk perawatan
hiperparatiroidisme sekunder. Penyembuhan dengan calcitriol dan kalsium dapat
mencegah atau meminimalisir hiperparatiroidisme sekunder. Kontrol kadar cairan
fosfat dengan diet rendah fosfat juga penting.Pasien yang mengalami predialysis
renal failure, biasanya mengalami peningkatan kadar hormon paratiroid.
Penekanan sekresi hormon paratiroid dengan low-dose calcitriol mungkin dapat
mencegah hiperplasia kelenjar paratiroid dan hiperparatiroidisme
sekunder.Pasien yang mengalami dialysis-dependent chronic failure membutuhkan
calcitriol, suplemen kalsium, fosfat bebas aluminium, dan cinacalcet (sensipar)
untuk memelihara level cairan kalsium dan fosfat. Karena pasien dialysis
relatif rentan terhadap hormon paratiroid.Pasien yang mengalami nyilu tulang atau
patah tulang, pruritus, dan calciphylaxis perlu perawatan dengan jalan operasi.
Kegagalan pada terapi medis untuk mengontrol hiperparatiroidisme juga
mengindikasikan untuk menjalani operasi. Umumnya, jika level hormon paratiroid
lebih tinggi dari 400-500 pg/mL setelah pengoreksian kadar kalsium dan level
fosfor dan tebukti adanya kelainan pada tulang, pengangkatan kelenjar
paratiroid sebaiknya dipertimbangkan
3. Penyembuhan
hiperparatiroid tersier
2.9 Komplikasi
2.9.1 komplikasi
hipotiroidisme
2.9.2 komplikasi
hiperparatiroidisme
Krisis hiperkalsemia akut dapat terjadi pada hiperparatiroidisme.
Keadaan ini terjadi pada kenaikan kadar kalsium serum yang ekstrim. Kadar yang
melebihi 15 mg/dl (3,7 mmol/L) akan mengakibatkan gejala neurologi, kardiovaskuler
dan ginjal yang dapat membawa kematian.
Pembentukan batu pada salah satu atau kedua ginjal yang berkaitan
dengan peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor merupakan salah satu komplikasi
hiperparatiroidisme yang penting dan terjadi pada 55% penderita
hiperparatiroidisme primer. Kerusakan ginjal terjadi akibat presipitasi kalsium
fosfat dalam pelvis dan ginjal parenkim yang mengakibatkan batu ginjal (renal
calculi), obstruksi, pielonefritis serta gagal ginjal.
2.10
Pemeriksaan Penunjang.
2.10.1
pemeriksaan penunjang hipotiroidisme
·
Elektrokardiografi
:ditemukan interval QT yang lebih panjang.
·
Foto
Rontgen :sering terlihat kalsifikasi bilateral pada ganglion basalis di
tengkorak, kadang kadang juga
serebellum dan pleksus koroid, densitas tulang normal/bertambah.
·
Laboratorium
:Kadar kalsium serum rendah, kadar fosfor anorganik tinggi, fosfatase alkali
normal atau rendah
2.10.2
Pemeriksaan Penunjang
Hipertiroidisme
Laboratorium:
a.
Kalsium serum meninggi
b.
Fosfat serum rendah
c.
Fosfatase alkali meninggi
d.
Kalsium dan fosfat dalam urin
bertambah
Foto Rontgen:
a.
Tulang menjadi tipis, ada
dekalsifikasi
b.
Cystic-cystic dalam tulang
c.
Trabeculae di tulang
PA:
osteoklas, osteoblast, dan jaringan fibreus bertambah
BAB
III
KONSEP DASAR ASKEP
3.1
Askep klien dengan hipoparatiroid
3.1 Askep Teoritis pada
klien Hipoparatiroidisme
3.1.1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan berisi Identitas
diri: Nama, Umur, Suku/Bangsa, Status perkawinan, Agama, Pendidikan, Pekerjaan,
Alamat,Tanggal masuk RS, Tanggal pengkaiian, Catatan kedatangan:kursi roda( ),
Ambulans( ), Brankar( ).
3.1.2 Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Sering menjadi alasan klien untuk
meminta pertolongan kesehatan adalah spasme
karpopedal, dengan tangan berada dalam keadaan fleksi sedangkan ibu jari dalam
adduksi dan jari-jari lainnya ekstensi.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS )
Penderita hipoparatiroidisme menampakkan
gejala utama
nya berupa tetanus, hipokalsemia menyebabkan iritabilitas system
neuromuskuluer, pada keadaan tetanus
laten terdapat gejala peti rasa, kesemutan dank ram pada ekstremitas dengan
keluhan perasaan kaku pada kedua belah tangan serta kaki. Pada keadaan tetanus yang nyata(overt),
tanda-tanda mencakup br onkospasme, spasme laring, spasme korpopedal(fleksi sendi
siku serta pergelangan tangan dan ekstensi sensi korpofalangeal), disfagia,
fotofobia, aritmia jantung serta kejang.
Gejala lainnya mencakup ansietas,
iritabilitas, depresi bahkan delirium. Perubahan pada EKG dan hipotensi dapat
terjadi.
3. Riwayat Kesehatan terdahulu (RKD )
Penyakit yang pernah dialami oleh pasien sebelum masuk
rumah sakit, kemungkinan pasien menderita
hipoadrenalisme, hipotiroidisme, diabetes mellitus, anemia pernisiosa,
kegagalan ovarium primer, hepatitis, alopesia dan kandidiasis.
4. Riwayat kesehatan Keluarga (RKK )
Riwayat adanya penyakit hipoparatiroidisme
Biasanya bisa di turunkan dari ibu yang menderita penyakit hipoparatiroidisme.
3.1.2 Diagnosa
keperawatan
1. Resiko tinggi
terhadap bersihan jalan napas tidak efektif
2.. Resiko
tinggi terhadap(tetani),cedera
3.
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan koponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel
4.
Perubahan Nutrisi berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat
3.1.3 Nursing Care
Planning
No
|
Diangnosa keperawatan
|
Tujuan
|
Kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Resiko terhadap
Bersihan jalan napas
tidak efektif
|
Setelah
di lakukan intervensi keperawatan selama diharapkan pasien
|
Mandiri:
-
Pantau frekuensi pernapasan,kedalaman,dan kerja pernapasan
-
Auskultasi suara napas,catat adanya suara ronki.
-
Kaji adanya dispnea,stidor”Berkokok”dan seanosis.perhatikan kulitas
suara.
-
Waspadakan pasien untuk menghindari ikatan pada leher,menyongkok
kepala dengan bantal.
-
Bantu dalam perubahan posisi,latihan napas dalam dan/atau batuk
efektif sesuai indikasi.
-
Lakukan penghisapan pada mulut dan trakea sesuai dengan
indikasi,catat warna dan karateristik sputum.
-
Lakukan penilaian ulang terhadap balutan secara teratur,terutama
bagian posterior.
-
Selidiki keluhan kesulitan menalan,penumpukan sekresi oral.
-
Pertahankan alat trakeostomi didekat pasien.
Kolaborasi:
-
Berikan inhalasi uap,udara ruangan yang lembab.
-
Bantu dengan/persiapkan prosedur,seperti:Trakheostomi.
-
Siapakan pembedahan ulang
|
-Pernapasan secara normal
kadang-kadang cepat,tetapi berkembangnya distres pada pernapasan merupakan
indikasi kompresi trakea karena edema/perdarahan.
-Ronki merupakan indikasi
adanya obstruksi/spasme laringea yang membetuhkan evaluasi dan intervensi
yang cepat.
-Indikator opstruksi trakea/spasme
laring yang membutuhkan evaluasi dan intervensi segera.
-Menurunkan kemungkinan
teganggan pada daerah luka karena pembedahan.
-Mempertahankan
kebersihan jalan napas dan ventilasi.namun batuk tidak dianjurkan dan dapat
menimbulkan nyeri yang berat,teteapi hal itu perlu untuk membersikan jalan
napas.
-Edema/nyeri dapat
mengganggu kemampuaan pasien untun mengeluarkan dan membersikan jalan napas
sendiri.
-Jika terjadi
perdarahan,balutan bagian anterior mungkin akan tampak kering karena darah tertampung/terkumpulan
pada daerah yang tergantung.
-Merupakan indikasi
edema/perdarahan yang membeku pada jaringan sekitar daerah operasi.
-Terkenanya jalan napas dapat menciptakan situasi yang mengancam
kehidupan yang memerlukan tindakan darurat. Menurunkan rasa tidak nyaman
karena sakit tenggorok dan edema jaringan,dan meningkatkan pengenceran
sekresi.
-Mungkin sangat penting untuk mempertahankan jalan napas yang paten
jika mengalami okstruksi oleh edema pada glotis atau perdarahan.
-Mungkin sangat penting
untuk penyambungan /perbaikan pembuluh darah yang mengalami perdarahan
terus-menerus.
|
|
2.
|
Resiko tinggi terhadap(tetani),cedera
|
Mandiri:
Pantau tanda vital dan catat adanya peningkatan
suhu tubuh,takikardi(140-200/menit),disritmia,distres,pernapasan,sianosis(perkembanganya
edena paru/GJK).
Evaluasi refleks secara periodik.Observasi adanya
peka rangsangan,misalnya gerakan tersentak,kebas,parestesia,tanda chvostek
dan trousseau positif,adanya kejang.
Pertahankan peghalang tempat tidur
terpasang/diberi bantalan,tempat tidur pada posisi yang rendah dan jalan
napas buatan didekat pasien.Hindari penggunaan restrein.
Kolaborasi:
Pantau kadar kalsium darah.
Berikan obat sesuai dengan
indikasi:Kalsium(glukonat,laktat).
Agen ikatan-Fostat:
Sedatif
Antikonvulsan.
|
-
Manipulasi kelenjar selama tiroidektomi suptotal dapat mengakibatkan
peningkatan pengeluaran hormon yang menyebabkan krisis tiroid.
-
Hipoklasemia dengan tetani(biasanya sementara)dapat terjadi1-7 hari
pasca operasi dan merupakan indikasi hipoparatiroid yang dapat terjadi
sebagai akibat dari trauma yang tidak disengaja pada pengangkatan parsial
atau subtotal kelenjar paratiroid selam pembedahan.
-
Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang.
-
Pasien kadar klasium kurang dari 7,7/100ml secara umum membutuhkan
terapi penganti.
-
Untuk memperbaiki kekurangan yang biasnya semntara tetepi mungkin
juga menjadi permanen.catatan;gunakan dengan berhati-hati pada pasien
pengguna digitalis karena kalsium meningkatkan sensitifitas terhadap
digitalis, yang berpotensi menimbulkan toksit.
-
Membantu sepenuhnya dalam menurunkan kadar fosfor yang menigkat
berhubungan dengan hipoklasemia.
-
Meningkatkan istirahat,menurunkan stimulasi dari luar.
Mengendlikan kejang
sampai terapi yang dilakukan memberikan hasil yang memuaskan
|
3.
|
Resiko terhadap perubahan perfusi
jaringan.
|
Setelah dilakukan intervensi
keperawatan selama 3x24 jam diharapkan perubahan perfusi jaringan kembali
normal.
|
-kulit kembali elastic(Lembab)
-pengisian kapiler kembali normal
-kemampuan konsentrasinya normal
-tekanan darah kembali normal
-kesadarannya komposmentis
|
Mandiri:
-
Awasi tanda
vital,kaji pengisian kapiler,warna kulit/membran mukosa,dasar kuku.
-
Tinggikan kepala
tempat tidur sesuai toleransi.
-
Awasi upaya
pernapasan;auskultasi bunyi napas perhatikan bunyi adventisius.
-
Selidiki keluhan
nyeri dada,palpitasi.
-
Kaji untuk respons
verbal melambat,mudah terasang,agitasi,gangguan memori,bingung.
-
Orientasi/orientasikan
ulang pasien sesuai kebutuhan.catat jadwal aktifitas pasien untuk
dirujuk.Berikan cukup waktu untuk pasien berfikir,komunikasi dan aktivitas.
-
Catat keluhan rasa
dingin,pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai indikasi.
-
Hindari penggunaan
bantalan penghangat atau botol air panas.ukur suhu air mandi dengan
thermometer.
Kolaborasi:
-
Awasi pemeriksaan
labotorium,mis.Hb/Ht dan jumlah SDM,GDA
-
Berikan SDM darah
lengkap/pocked,produk darah sesuaiindikasi.Awasi ketat untuk komplikasi
transfuse
-
Berikan oksigen
tambahan sesuai dengan indikasi.
-
Siapkan intervensi
pembedahan sesuai indikasi.
|
-
Memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan
perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi.
-
Meningkatkan ekspansi
paru dan memaksimalkan oksegenasi
untuk kebutuhan seluler.Catatn;Kontraindikasi bila ada hipotensi.
-
Dispnea,gemericik menunjukkan
GJK karena regangan jantung lama/peningkatan kompensansi curah jantung.
-
Iskemia selular
mempengaruhi jaringan miokardia/potensial resiko infrak.
-
Dapat mengidikasikan
gangguan fungsi serebral karena hipoksia atau difesiensi vitaminB12
-
Membantu memperbaiki
proses piker dan kemampuan melakukan/mempertahankan kebutuhan AKS.
-
Vasokontriksi
menurunkan serkulasi perifer.kenyamanan pasien/kebutuhan rasa hangat harus
seimbang dengan kebutuhan untuk menghindari panas berlebihan pencetus
vasodilatasi(penurunan perfusi organ)
-
Termoreseptor
jaringan dermal dangkal karena gangguan oksigen.
-
Mengidentifikasi
defisiensi dan kebutuhan pengobatan/respon terhadap terapi.
-
Meningkatkan jumlah
sel pembawa oksigen;memperbaiki defisiensi untuk menurunkan resiko perdarahan.
-
Memaksimalkan
transport oksigen ke jaringan.
-
Transplatasi sumsum
tulang dilakukan pada kegagalan sumsum tulang/anemia aplastik.
|
3.2 askep teoritis pada klien
hiperparatiroidisme
3.2.1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan berisi Identitas
diri: Nama, Umur, Suku/Bangsa, Status perkawinan, Agama, Pendidikan, Pekerjaan,
Alamat,Tanggal masuk RS, Tanggal pengkaiian, Catatan kedatangan: kursi roda ( ),
Ambulans ( ), Brankar ( ).
3.2.2 Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah keluahan mudah lelah, kelemahan
otot, mual, muntah.sakit kepala, kelemahan, lethargi dan kelelahan otot,
gangguan pencernaan seperti mual, muntah, anorexia, obstipasi, dan nyeri
lambung yang akan disertai penurunan berat badan, depresi, nyeri tulang dan
sendi.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS )
Penderita hiperparatiroidisme
menampakkan gejala
nya mungkin tidak atau mengalami tanda-tanda dan
gejala akibat terganggunya beberapa system
organ. Gelaja apatis, keluhan mudah lelah, kelemahan otot, mual, muntah,
konstipasi, hipertensi dan aritmia jantung dapat terjadi; semua ini berkaitan
dengan peningkatan kadar kalsium dalam darah. Klien biasanya juga menderita
gangguan psikologis yang bervariasi mulai dari emosi yang mudah tersinggung dan
neurosis hingga keadaan psikosis yang disebabakan oleh efek langsung kalsium
pada otak serta system saraf. Peningkatan kadar kalsium akan menurunkan
potensial eksitasi jaringan saraf dan otot. Klien juga menderita kerusakan
ginjal,pesien mengalami nyeri skeletal dan nyeri tekan, khususnya di daerah
punggung dan persendian; nyeri ketika menyangga tubuh; fraktur patologik;
deformitas; dan pemendekan badan, serta adanya gejala gastrointestinal.
3. Riwayat Kesehatan terdahulu (RKD )
Penyakit yang pernah
dialami oleh pasien sebelum masuk rumah sakit, kemungkinan pasien pernah
menderita penyakit ginjal yang berlebihan menyerap kalsium.
4. Riwayat kesehatan Keluarga (RKK )
Hiperparatiroidisme yang herediter
dapat terjadi tanpa kelainan endokrin lainnya tetapi biasanya bagian dari
Multiple Endocrine Neoplasia syndrome. MEN 1 (Wermer’s syndrome) terdiri dari
hiperparatiroidisme dan tumor dari pituitary dan pancreas, juga berhubungan
dengan hipersekresi gaster dan ulkus peptikum (Zollinger-Ellison syndrome).
3.2.3 Diagnosa
keperawatan
1. perubahan
eliminasi urine yang berhubungan dengan keterlibatan ginjal sekunder terhadap
hiperkalsemia dan hiperfosfatemia
2. Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan
3. resiko
cedera berhubungan dengan demineralisasi tulang yang mengakibatkan fraktur
patologi.
4. perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
5. Nyeri,(akut),sakit kepala berhubungan dengan
peningkatan tekanan vascular
serebral.
3.2.4 Nursing Care
planning
No
|
Diangnosa keperawatan
|
Tujuan
|
Kriteria hasil
|
Intervensi
|
1.
|
perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan keterlibatan
ginjal sekunder terhadap hiperkalsemia dan hiperfosfatemia
|
Klien akan kembali pada haluaran urine normal, seperti yang
ditunjukkan oleh tidak terbentuknya batu dan haluaran urine 30 sampai 60
ml/jam.
|
Mandiri:
-
Perbanyak asupan klien sampai 2500 ml cairan
per hari. Dehidrasi merupakan hal yang berbahaya bagi klien dengan
hiperparatiroid karena akan meningkatkan kadar kalsium serum dan memudahkan
terbentuknya batu ginjal.
-
Berikan
sari buah canbery atau prune untuk membantu agar urine lebih bersifat asam.
Keasaman urine yang tinggi membantu mencegah pembentukkan batu ginjal, karena
kalsium lebih mudah larut dalam urine yang asam dari pada urine yang basa.
|
|
2.
|
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan
|
Setelah dilakukan
intervensi keperawatan selama 3x24
jam, klien melaporkan peningkatan
toleransi aktivitas(termasuk aktivitas sehari-hari)
|
-
Tidak ada kelemahan
-
Klien tidak lemah
lagi
-
Klien bisa melakukan
aktivitas sehari-har
-
Klien tampak rileks
-
TTV dalam batas normal
TD:
110/70-120/80mmHg, RR:16-24x/i
ND:60-100x/i
|
Mandiri:.
-
Evaluasi
motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas
-
. Hindari menjadwalkan aktivitas perawatan selama
periode istirahat
-
.
Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas/perawatan diri bertahap jika dapat
ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan.
-
.
Evaluasi respon pasien terhadap aktivias, perhatikan frekuensi nadi cepat
lebih dari 20 x/mnt diatas peningkatan TD yang nyata, penurunan atau
peningkatan TD, pusing dan nyeri dada.
|
3.
|
resiko cedera berhubungan dengan demineralisasi tulang yang
mengakibatkan fraktur patologi.
|
Klien tidak akan menderita cedera, seperti yang ditunjukkan oleh
tidak terdapatnya fraktur patologis.
|
Mandiri:
-
Lindungi klien dari kecelakaan jatuh, karena
klien rentan untuk mengalami fraktur patologis bahkan oleh benturan ringan
sekalipun.
-
Bila
klien mengalami penurunan kesadaran pasanglah tirali tempat tidurnya.
-
Hindarkan klien dari satu posisi yang
menetap, ubah posisi klien dengan hati-hati.
-
Bantu
klien memenuhi kebutuhan seharihari selama terjadi kelemahan fisik.
-
Atur
aktivitas yang tidak melelahkan klien.
-
Ajarkan
cara melindungi diri dari trauma fisik seperti cara mengubah posisi tubuh,
dan cara berjalan serta menghindari perubahan posisi yang tiba-tiba.
-
Ajarkan
klien cara menggunakan alat bantu berjalan bila dibutuhkan
-
Anjurkan klien agar berjalan secara
perlahanlahan
|
Bab
IV
Penutup
4.1 Kesimpulan
Hormon
paratiroid dapat mempengaruhi banyak sistem didalam tubuh manusia. Efek utama
mengatur keseimbangan kalsium dan fosfat dalam tubuh. Kelainan hormon
paratiroid banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti tumor jinak
(adenoma soliter), paratiroid carsinoma, dan hiperplasia pada sel kelenjar
paratiroid yang dapat mengakibatkan terjadinya hiperparatiroidisme. Dikatakan
hiperparatiroidisme apabila kelenjar paratiroid memproduksi hormon paratiroid
lebih banyak dari biasanya. Sedangkan hipoparatiroidisme sendiri merupakan
kebalikan dari hiperparatiroidisme.
Adapun
klasifikasi dari hiperparatiroid yaitu hiperparatiroid primer, hiperparatiroid
sekunder, dan hiperparatiroid tersier. Perbedaan dari ketiga klasifikasi
tersebut yakni pada hasil laboratoriumnya. Pada hiperparatiroid primer kadar
kalsium meningkat/hiperkalsemia dan kadar PTH juga menigkat, sedangkan
hiperparatiroidisme sekunder terlihat adanya hipersekresi hormon paratiroid
sebagai respon terhadap penurunan kadar kalsium yang terionisasi dalam darah.
Keadaan hipokalsemia yang lama akan menyebabkan perubahan pada kelenjar
paratiroid menjadi otonom dan berkembang menjadi keadaan sepertri
hiperparatiroidisme primer, dan pada keadaan ini disebut hiperparatiroidisme
tersier.
4.2
Saran
Melihat
dari kasus kelainan pada kelenjar paratiroid, maka diharapkan para tenaga medis
dan perawat harus lebih profesional dan berpengalaman dalam mengkaji seluruh
sistem metabolisme yang mungkin terganggu karena adanya kelainan pada kelenjar
paratiroid. Karena penanganan dan pengkajian yang tepat akan menentukan
penatalaksanaan pengobatan yang cepat dan tepat pula pada kelainan kelenjar
paratiroid.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Faruq.
2009. Penyakit tiroid dan paratiroid.
www.farospots.blogspots.com; diakses tanggal 20 April 2009
Doengoes,
Marylin, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC.
Suddarth
dan Brunner. 2001. Keperawatan Medikal bedah vol.2. EGC: Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar