Selasa, 08 Januari 2013

SIROSIS HATI
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena infeksi akut dengan virus hepatitis dimana terjadi peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi ini menyebabkan terbentuknya banyak jaringan ikat dan regenerasi noduler dengan berbagai ukuran yang dibentuk oleh sel parenkim hati yang masih sehat. Akibatnya bentuk hati yang normal akan berubah disertai terjadinya penekanan pada pembuluh darah dan terganggunya aliran darah vena porta yang akhirnya menyebabkan hipertensi portal. Pada sirosis dini biasanya hati membesar, teraba kenyal, tepi tumpul, dan terasa nyeri bila ditekan (Nito 2008).
Etiologi Sirosis Hati
Penyakit yang menyebabkan kerusakan hati akan mengakibatkan sirosis.
Di Amerika Serikat, penyebab paling sering adalah penyalahgunaan alkohol. Pada usis 45-65 tahun, sirosis merupakan penyebab kematian ketiga, setelah penyakit jantung dan kanker.
Di beberapa negara Asia dan Afrika, penyebab utama dari sirosis adalah hepatitis kronis. Penyebab sirosis adalah (Ahmad 2010):
  1. Penyalahgunaan alkohol
  2. Penggunaan obat-obatan tertentu
  3. Pemaparan terhadap bahan kimia tertentu
  4. Infeksi (termasuk hepatitis B dan hepatitis C)
  5. Penyakit autoimun (termasuk hepatitis autoimun menahun)
  6. Penyumbatan saluran empedu
  7. Sumbatan menetap pada aliran darah dari hati (misalnya sindroma Budd-Chiari)
  8. Gangguan pada jantung dan pembuluh darah
  9. Kekurangan alfa-1-antitripsin
  10. Kadar galaktosa tinggi dalam darah
  11. Kadar tirosin tinggi dalam darah pada saat lahir (tirosinosis kongenitalis)
  12. Penyakit penimbunan glikogen
  13. Kencing manis (diabetes)
  14. Kurang gizi (Malnutrisi)
  15. Penumpukan tembaga yang berlebihan bawaan (penyakit Wilson)
  16. Kelebihan zat besi (hemokromatosis).
Patofisiologi Sirosis Hati
Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian, kejadian tersebut dapat terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam keadaan yang kronis atau perlukaan hati yang terus menerus yang terjadi pada peminum alcohol aktif. Hati kemudian merespon kerusakan sel tersebut dengan membentuk ekstraselular matriks yang mengandung kolagen, glikoprotein, dan proteoglikans. Sel stellata berperan dalam membentuk ekstraselular matriks ini. Pada cedera yang akut sel stellata membentuk kembali ekstraselular matriks ini sehingga ditemukan pembengkakan pada hati. Namun, ada beberapa parakrine faktor yang menyebabkan sel stellata menjadi sel penghasil kolagen. Faktor parakrine ini mungkin dilepaskan oleh hepatocytes, sel Kupffer, dan endotel sinusoid sebagai respon terhadap cedera berkepanjangan. Sebagai contoh peningkatan kadar sitokin transforming growth facto beta 1 (TGF-beta1) ditemukan pada pasien dengan Hepatitis C kronis dan pasien sirosis. TGF-beta1 kemudian mengaktivasi sel stellata untuk memproduksi kolagen tipe 1 dan pada akhirnya ukuran hati menyusut (Mubarak 2008).
Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya ukuran dari fenestra endotel hepatic menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori seperti endotel kapiler) dari sinusoid. Sel stellata dalam memproduksi kolagen mengalami kontraksi yang cukup besar untuk menekan daerah perisinusoidal Adanya kapilarisasi dan kontraktilitas sel stellata inilah yang menyebabkan penekanan pada banyak vena di hati sehingga mengganggu proses aliran darah ke sel hati dan pada akhirnya sel hati mati, kematian hepatocytes dalam jumlah yang besar akan menyebabkan banyaknya fungsi hati yang rusak sehingga menyebabkan banyak gejala klinis. Kompresi dari vena pada hati akan dapat menyebabkan hipertensi portal yang merupakan keadaan utama penyebab terjadinya manifestasi klinis (Mubarak 2008)
Tanda dan Gejala Sirosis Hati
Gejala klinis sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala hingga dengan gejala yang sangat jelas. Umumnya keluhan yang timbul tergantung pada stadium sirosis, apakah masih dini atau sudah fase dekompensasi. Selain itu juga tergantung pada apakah telah terjadi kegagalan fungsi hati akibat proses hepatitis kronik aktif atau telah terjadi hipertensi portal (Nash 2008).
Beberapa penderita ringan (kompensata sempurna) tidak memiliki gejala dan tampak sehat selama bertahun-tahun. Namun, banyak juga yang mengalami keluhan yang tidak khas seperti merasa badan tidak sehat, kurang semangat untuk bekerja, kembung, mual, mencret dan kadang sembelit, tidak selera makan, berat badan menurun, otot-otot melemah, dan cepat lelah (Nash 2008).
Banyak atau sedikitnya keluhan yang timbul tergantung dari luasnya kerusakan parenkim hati. Bila timbul ikterus maka berarti sedang terjadi kerusakan sel hati. Gejala baru terlihat nyata ketika penyakit pengerasan hati telah mencapai stadium lanjut atau dalam fase dekompensasi (sirosis hati berat). Pada fase ini gejala yang timbul bertambah dengan gejala dari kegagalan fungsi hati dan adanya hipertensi portal (Nash 2008).
Kegagalan fungsi hati menimbulkan keluhan seperti rasa lemah, turunnya berat badan, kembung, dan mual. Pada kulit tubuh bagian atas, muka, dan lengan atas akan timbul bercak mirip laba-laba yang biasa disebut spider nevi. Telapak tangan berwarna merah (eritema palmaris), perut membuncit akibat penimbunan cairan secara abnormal di rongga perut (asites), rambut ketiak dan kemaluan yang jarang atau berkurang, buah zakar mengecil (atrofi testis), dan pembesaran payudara pada laki-laki (Nash 2008).
Bisa pula timbul ’’hipoalbuminemia’’, pembengkakan pada tungkai bawah sekitar tulang (edema pretibial), dan gangguan pembekuan darah yang bermanifestasi sebagai peradangan gusi, mimisan, atau gangguan siklus haid. Kegagalan hati pada sirosis hati fase lanjut dapat menyebabkan gangguan kesadaran akibat encephalopathy hepatic atau koma hepatik (Nash 2008).
Gambaran Laboratorik Sirosis Hati
Diagnosis pada penderita suspek sirosis hati dekompensata tidak begitu sulit, gabungan dari kumpulan gejala yang dialami pasien dan tanda yang diperoleh dari pemeriksaan fisis sudah cukup mengarahkan kita pada diagnosis. Namun jika dirasakan diagnosis masih belum pasti, maka USG Abdomen dan tes-tes laboratorium dapat membantu (Sutadi 2010).
Pada pemeriksaan fisis, kita dapat menemukan adanya pembesaran hati dan terasa keras, namun pada stadium yang lebih lanjut hati justru mengecil dan tidak teraba. Untuk memeriksa derajat asites dapat menggunakan tes-tes puddle sign, shifting dullness, atau fluid wave. Tanda-tanda klinis lainnya yang dapat ditemukan pada sirosis yaitu, spider telangiekstasis (Suatu lesi vaskular ang dikelilingi vena-vena kecil), eritema palmaris (warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan), caput medusa, foetor hepatikum (bau yang khas pada penderita sirosis), dan ikterus (Sutadi 2010).
Tes laboratorium juga dapat digunakan untuk membantu diagnosis, Fungsi hati kita dapat menilainya dengan memeriksa kadar aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, serum albumin, prothrombin time, dan bilirubin. Serum glutamil oksaloasetat (SGOT) dan serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) meningkat tapi tidak begitu tinggi dan juga tidak spesifik (Sutadi 2010).
Pemeriksaan radiologis seperti USG Abdomen, sudah secara rutin digunakan karena pemeriksaannya noninvasif dan mudah dilakukan. Pemeriksaan USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan noduler, permukaan irreguler, dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga dapat menilai asites, splenomegali, thrombosis vena porta, pelebaran vena porta, dan skrining karsinoma hati pada pasien sirosis (Sutadi 2010).
Dari diagnosis sirosis ini kita dapat menilai derajat beratnya sirosis dengan menggunakan klasifikasi Child Pugh (Sutadi 2010).
Tabel I. Klasifikasi Child Pugh
Derajat Kerusakan
Minimal
Sedang
Berat
Satuan
Bilirubin (total)
<35>
35-50
>50 (>3)
μmol/l (mg/dL)
>35
30-35
<30
g/L
Nutrisi
Sempurna
Mudah dikontrol
Sulit terkontrol
-
Nihil
Dapat terkendali dengan pengobatan
Tidak dapat terkendali
-
Nihil
minimal
Berat/koma
-
                                                                             
Pengobatan, Perawatan, dan Pencegahan
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa Simtomatis, Supportif dengan cara istirahat yang cukup, pengaturan makanan yang cukup dan seimbang dan pengobatan berdasarkan etiologi serta pengobatan yang spesifik dari sirosishati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi seperti Astises, Spontaneous bacterial peritonitis, Hepatorenal syndrome dan  Ensefalophaty hepatic (Sutadi 2010).
Asites
Dapat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas (Sutadi 2010):
-   Istirahat
-   diet rendah garam : untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet rendah garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka penderita harus dirawat.
-   Diuretik
Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah garam dan pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari. Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretic adalah hipokalemia dan hal ini dapat mencetuskan encepalophaty hepatic, maka pilihan utama diuretic adalah spironolacton, dan dimulai dengan dosis rendah, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila dengan dosis maksimal diuresinya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan dengan furosemid.
Terapi lain
Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil dengan pengobatan konservatif. Pada keadaan demikian pilihan kita adalah parasintesis. Mengenai parasintesis cairan asites dapat dilakukan 5 10 liter / hari, dengan catatan harus dilakukan infus albumin sebanyak 6 – 8 gr/l cairan asites yang dikeluarkan. Ternyata parasintesa dapat menurunkan masa opname pasien. Prosedur ini tidak dianjurkan pada Child’s C, Protrombin < 40%, serum bilirubin > dari 10 mg/dl, trombosit < 40.000/mm3, creatinin > 3 mg/dl dan natrium urin < 10 mmol/24 jam (Sutadi 2010).
Spontaneus Bacterial Peritonitis (SBP)
Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan, atau setelah tindakan parasintese. Tipe yang spontan terjadi 80% pada penderita sirosis hati dengan asites, sekitar 20% kasus. Keadaan ini lebih sering terjadi pada sirosis hati stadium kompesata yang berat. Pada kebanyakan kasus penyakit ini timbul selama masa rawatan. Infeksi umumnya terjadi secara Blood Borne dan 90% Monomicroba. Pada sirosis hati terjadi permiabilitas usus menurun dan mikroba ini beraasal dari usus. Adanya kecurigaan akan SBP bila dijumpai keadaan sebagai berikut :
Spontaneous bacterial peritonitis
Sucpect grade B dan C cirrhosis with ascites
Clinical feature my be absent and WBC normal
Ascites protein usually <1 g/dl
Usually monomicrobial and Gram-Negative
Start antibiotic if ascites > 250 mm polymorphs
50% die
69 % recur in 1 year
Pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosporins Generasi III (Cefotaxime), secara parental selama lima hari, atau Qinolon secara oral. Mengingat akan rekurennya tinggi maka untuk Profilaxis dapat diberikan Norfloxacin (400mg/hari) selama 2-3 minggu.
Ad. Hepatorenal Sindrome
Adapun criteria diagnostik dapat kita lihat sebagai berikut :
Criteria for diagnosis of hepato-renal syndrome
Major
Chronic liver disease with ascietes
Low glomerular fitration rate
Serum creatin > 1,5 mg/dl
Creatine clearance (24 hour) < 4,0 ml/minute
Absence of shock, severe infection,fluid losses and Nephrotoxic drugs
Proteinuria < 500 mg/day
No improvement following plasma volume expansion
Minor
Urine volume < 1 liter / day
Urine Sodium < 10 mmol/litre
Urine osmolarity > plasma osmolarity
Serum Sodium concentration < 13 mmol / litre
Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian Diuretik yang berlebihan, pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan elekterolit, perdarahan dan infeksi. Penanganan secara konservatif dapat dilakukan berupa : Ritriksi cairan,garam, potassium dan protein. Serta menghentikan obat-obatan yang Nefrotoxic.
Manitol tidak bermanfaat bahkan dapat menyebabkan Asifosis intra seluler. Diuretik dengan dosis yang tinggi juga tidak bermanfaat, dapat mencetuskan perdarahan dan shock. TIPS hasil jelek pada Child’s C, dan dapat dipertimbangkan pada pasien yang akan dilakukan transplantasi.
Pilihan terbaik adalah transplantasi hati yang diikuti dengan perbaikan dan fungsi ginjal.
Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus
Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan etiologi sering dinorduakan, namun yang paling penting adalah penanganannya lebih dulu. Prinsip penanganan yang utama adalah tindakan Resusitasi sampai keadaan pasien stabil, dalam keadaan ini maka dilakukan :
-       Pasien diistirahatkan daan dpuasakan
-       Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi
-       Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali kegunaannya yaitu : untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es, pemberian obat-obatan, evaluasi darah
-       Pemberian obat-obatan berupa antasida,ARH2,Antifibrinolitik,Vitamin K, Vasopressin, Octriotide dan Somatostatin
-       Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam rangka menghentikan perdarahan misalnya Pemasangan Ballon Tamponade dan Tindakan Skleroterapi / Ligasi aatau Oesophageal Transection.
Ad. Ensefalopati Hepatik
Suatu syndrome Neuropsikiatri yang didapatkan pada penderita penyakit hati menahun, mulai dari gangguan ritme tidur, perubahan kepribadian, gelisah sampai ke pre koma dan koma. Pada umumnya enselopati Hepatik pada sirosis hati disebabkan adanya factor pencetus, antara lain : infeksi, perdarahan gastro intestinal, obat-obat yang Hepatotoxic. Prinsip penggunaan ada 3 sasaran :
  1. Mengenali dan mengobati factor pencetus
  2. Intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi amoniak serta toxin-toxin yang berasal dari usus dengan jalan : diet rendah protein, pemberian antibiotik (neomisin) dan pemberian lactulose/ lactikol
  3. Obat-obat yang memodifikasi Balance Neutronsmiter : secara langsung (Bromocriptin, Flumazemil) dan tak langsung (Pemberian AARS).

1 komentar: