Senin, 09 Desember 2013

TANDA-TANDA INFEKSI



a. Calor (panas)
Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya, sebab terdapat lebih banyak darah yang disalurkan ke area terkena infeksi/ fenomena panas lokal karena jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti dan hiperemia lokal tidak menimbulkan perubahan.

b. Dolor (rasa sakit)
Dolor dapat ditimbulkan oleh perubahan PH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung saraf. pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya dapat merangsang saraf nyeri, selain itu pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal dan menimbulkan rasa sakit.

c. Rubor (Kemerahan)
Merupakan hal pertama yang terlihat didaerah yang mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul maka arteriol yang mensuplai daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih banyak darah yang mengalir kedalam mikro sirkulasi lokal. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja meregang, dengan cepat penuh terisi darah. Keadaan ini yang dinamakan hiperemia atau kongesti.

d. Tumor (pembengkakan)
Pembengkakan ditimbulkan oleh karena pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah kejaringan interstisial. Campuran cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat.

e. Functiolaesa
Adanya perubahan fungsi secara superficial bagian yang bengkak dan sakit disrtai sirkulasi dan lingkungan kimiawi lokal yang abnormal, sehingga organ tersebut terganggu dalam menjalankan fungsinya secara normal. (Yudhityarasati, 2007).

Rabu, 13 November 2013

pemasangan NGT






DEFENISI
Melakukan pemasangan selang (tube) dari rongga hidung ke lambung (gaster)
TUJUAN
a.      Memasukkan makanan cair/obat-obatan, cair/padat yang dicairkan
b.      Mengeluarkan cairan/isi lambung dan gas yang ada dalam lambung
c.       Mengirigasi karena perdarahan/keracunan dalam lambung
d.      Mencegah/mengurangi nausea dan vomiting setelah pembedahan atau trauma
e.      Mengambil spesimen dalam lambung untuk studi laboratorium
DILAKUKAN PADA
1.      Pasien tidak sadar (koma)
2.      Pasien dengan masalah saluran pencernaan atas : stenosis esofagus, tumor mulut/faring/esofagus
3.      Pasien yang tidak mampu menelan
4.      Pasien pasca operasi pada mulut/faring/esofagus
PERSIAPAN ALAT
1.      Selang NGT no.14/16 (untuk anak-anak lebih kecil ukurannya)
2.      Jelly
3.      Spatel lidah
4.      Handscoen steril
5.      Senter
6.      Spuit/alat suntik ukuran 50cc
7.      Plester
8.      Stetoskop
9.      Handuk
10.  Tissue
11.  bengkok
PROSEDUR
1.      Mendekatkan alat ke samping klien
2.      Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan dan tujuannya
3.      Membantu klien pada posisi fowler/semi fowler
4.      Mencuci tangan
5.      Periksa kepatenan nasal. Minta pasien untuk bernapas melalui satu lubang hidung saat lubang yang lain tersumbat, ulangi pada lubang hidung yang lain, bersihkan mucus dan sekresi dari hidung dengan kassa/lidi kapas. Periksa adakah infeksi
6.      Memasang handuk diatas dada klien
7.      Buka kemasan steril NGT dan taruh dalam bak instrumen steril
8.      Memakai sarung tangan
9.      Mengukur panjang selang yang akan dimasukkan dengan cara menempatkan ujung selang dari hidung klien ke ujung telinga atas lalu dilanjutkan sampai processus xipodeus
10.  Beri tanda pada selang yang telah diukur dengan plester
11.  Beri jelly pada NGT sepanjang 10-20 cm dari ujung selang tersebut
12.  Meminta klien untuk rileks dan bernapas normal. Masukkan selang perlahan sepanjang 5-10cm. Meminta klien untuk menundukkan kepala (fleksi) sambil menelan.
13.  Masukkan selang sampai batas yang ditandai
14.  Jangan memasukkan selang secara paksa bila ada tahanan
a.      jika klien batuk, bersin, hentikan dahulu lalu ulangi lagi. Anjurkan klien untuk tarik napas dalam
b.      jika tetap ada tahanan, menarik selang perlahan-lahan dan masukkan ke hidung yang lain kemudian masukkan kembali secara perlahan
c.       jika klien terlihat akan muntah, menarik tube dan menginspeksi tenggorokan lalu melanjutkan memasukkan selang secara bertahap.
15.  Mengecek kepatenan
a.      Masukkan ujung pipa sampai dengan terendam dalam mangkok berisi air, klem dibuka jika ternyata sonde masuk dalam lambung maka ditandai dengan tidak adanyagelembung udara yang keluar
b.      Masukkan udara denga spuit 2-3 cc ke dalam lambung sambil mendengarkan dengan stetoskop. Bila terdengar bunyi kemudian udara dikeluarkan kembali dengan menarik spuit
16.  Pasang spuit/corong pada pangkal pipa apabila sudah yakin pipa masuk lambung
17.  Memfiksasi selang pada hidung dengan plester
18.  Membantu klien mengatur posisi yang nyaman
19.  Merapikan dan membereskan alat
20.  Melepas sarung tangan
21.  Mencuci tangan
22.  Mengevaluasi respon klien
23.  Pendokumentasian tindakan dan hasil.

Selasa, 12 November 2013

KELENJAR PARATIROID






OLEH : KELOMPOK 5
1.        DODI KISMORO
2.        ELI FAHMIATI
3.        IIS SHALIHAT
4.        MARLINA
5.        PAUL SAKTIAN DJOYO
6.        RIKO BIMNY
7.        RISKA
8.        TAUFIK

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
TRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU
2012
KATA PENGANTAR

Puji  syukur Alhamdulillah penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT serta nikmat ilmu dan limpahan Rahmat serta karunia_Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan  makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Kelenjar Paratiroid.

Penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini terutama kepada dosen pengajar mata kuliah Sistem endokrin Ns.Agus Supriyadi,S.Kep. dan anggota kelompok yang sangat kompak dan saling membantu untuk menyelesaikan tugas makalah ini.
Makalah ini belum sepenuhnya sempurna dan masih banyak terdapat kekurangan. Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca dan memberikan informasi yang baru dan menambah pengetahuan bagi kita semua.



Bengkulu, Oktober 2012


        Tim Penulis




DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL           
KATA PENGANTAR                                                         
DAFTAR ISI
      
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang...................................................................................................
1.2.             Tujuan..................................................................................................
1.3.             Manfaat...............................................................................................

BAB II TINJAUAN TEORITIS ............................................................................
2.1. Konsep Dasar Teori..................................................................................
       2.1.1. Pengertian.......................................................................................
       2.1.2. Etiologi...........................................................................................
       2.1.3. Klasifikasi  .....................................................................................
       2.1.4. Patofisiologi....................................................................................
       2.1.5. WOC .............................................................................................
       2.1.6. Manifestasi Klinis...........................................................................
       2.1.7. Pemeriksaan Penunjang..................................................................
       2.1.8. Komplikasi......................................................................................
       2.1.9. Penatalaksanaan .............................................................................
       2.1.10. Pencegahan dan faktor resiko ......................................................
2.2. Konsep Dasar ASKEP
       2.2.1. Pengkajian teoritis lengkap.............................................................
       2.2.2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul...............................
       2.2.3. Rencana ASKEP............................................................................

BAB III TINJAUAN KASUS
3.1. Pengkajian Lengkap ................................................................................
3.2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul.......................................
3.2. NCP..........................................................................................................
3.3. Implementasi ...........................................................................................
3.4. Evaluasi (SOAP)......................................................................................

BAB IV PENUTUP        
3.1. Kesimpulan...............................................................................................       
3.2. Saran.........................................................................................................                    

DAFTAR PUSTAKA         





Bab I
Pendahuluan

1.1         Latar Belakang
Penderita dengan kelainan hormon paratiroid, tidak tampak jelas pada kehidupan sehari-hari. Kebanyakan pasien dengan kelainan hormon paratiroid mengalami gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat. Adapun penyakit yang disebabkan oleh kelainan hormon paratiroid yakni hipoparatiroid dan hiperparatiroid. Penyebab kelainan hormon paratiroid sendiri secara spesifik belum diketahui, namun penyebab yang biasa ditemukan yakni hiperplasia paratiroid, adenoma soliter dan karsinoma paratiroid. Parathormon yang meningkat menyebabkan resorpsi tulang, ekskresi ginjal menurun dan absorpsi kalsium oleh usus meningkat. Pada keadaan ini dapat menyebabkan peningkatan sekresi kalsium sehingga manifestasi klinis yang terjadi pada kerusakan Pada area tulang dan ginjal.Prevalensi penyakit hipoparatiroid di Indonesia jarang ditemukan. Kira-kira 100 kasus dalam setahun yang dapat diketahui, sedangkan di negara maju seperti Amerika Serikat penderita penyakit hipoparatiroid lebih banyak ditemukan, kurang lebih 1000 kasus dalam setahun. Pada Wanita mempunyai resiko untuk terkena hipoparatiroidisme lebih besar dari pria. Prevalensi penyakit hiperparatiroid di Indonesia kurang lebih 1000 orang tiap tahunnya. Wanita yang berumur 50 tahun keatas mempunyai resiko yang lebih besar 2 kali dari pria. Di Amerika Serikat sekitar 100.000 orang diketahui terkena penyakit hiperparatiroid tiap tahun. Perbandingan wanita dan pria sekitar 2 banding 1. Pada wanita yang berumur 60 tahun keatas sekitar 2 dari 10.000 bisa terkena hiperparatiroidisme. Hiperparatiroidisme primer merupakan salah satu dari 2 penyebab tersering hiperkalsemia; penyebab yang lain adalah keganasan. Kelainan ini dapat terjadi pada semua usia tetapi yang tersering adalah pada dekade ke-6 dan wanita lebih serinbg 3 kali dibandingkan laki-laki. Insidensnya mencapai 1:500-1000. Bila timbul pada anak-anak harus dipikirkan kemungkinan endokrinopati genetik seperti neoplasia endokrin multipel tipe I dan II.Kelenjar paratiroid berfungsi mensekresi parathormon (PTH), senyawa yang membantu memelihara keseimbangan dari kalsium dan phosphorus dalam tubuh. Oleh karena itu yang terpenting hormon paratiroid penting sekali dalam pengaturan kadar kalsium dalam tubuh sesorang.
Dengan mengetahui fungsi dan komplikasi yang dapat terjadi pada kelainan atau gangguan pada kelenjar paratiroid ini maka perawat dianjurkan untuk lebih peka dan teliti dalam mengumpulkan data pengkajian awal dan menganalisa suatu respon tubuh pasien terhadap penyakit, sehingga kelainan pada kelenjar paratiroid tidak semakin berat.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk membahas tentang asuhan keperawatan pada klien gangguan fungsi kelenjar paratiroid(Hipo/hipertiroid).

1.2     Tujuan
1.2.1  Tujuan Umum :
Penanganan pasien dengan gangguan kelenjar paratiroid dapat teratasi dengan cepat dan tepat sesuai pengkajian secara lengkap yang dilakukan oleh perawat.
1.2.2 Tujuan Khusus :
Perawat dapat lebih teliti dan lengkap dalam melakukan pengkajian terhadap gejala-gejala yang mengarah ke gangguan kelenjar paratiroid.

1.3  Manfaat
·         Secara aplikatif, makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan ketermapilan kelompok dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan kelenjar paratiroid.
·         Menambah pengetahuan dan wawasan bagi semua pembaca tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan kelenjar paratiroid.




Bab II
TINJAUAN TEORITIS

2.1.Pengertian
2.1.1 Pengertian Hipoparatiroid
 Hipoparatiroid terjadi akibat hipofungsi paratiroid atau kehilangan fungsi kelenjar paratiroid sehingga menyebabkan gangguan metabolisme kalsium dan fosfor; serum kalsium menurun (bisa sampai 5 mg %), serum fosfor meninggi (9,5-12,5 mg%). Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering sering disebabkan oleh kerusakan atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi paratiroid atau tiroid, dan yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid (secara congenital).
(www.endocrine.com)
2.1.2 Pengertian Hiperparatiroid
 Hiperparatiroid adalah suatu keadaan dimana kelenjar-kelenjar paratiroid memproduksi lebih banyak hormon paratiroid dari biasanya. Pada pasien dengan hiperparatiroid, satu dari keempat kelenjar paratiroid yang tidak normal dapat membuat kadar hormon paratiroid tinggi tanpa mempedulikan kadar kalsium. dengan kata lain satu dari keempat terus mensekresi hormon paratiroid yang banyak walaupun kadar kalsium dalam darah normal atau meningkat.
Jika jumlah hormon paratiroid yang disekresi lebih banyak daripada yang dibutuhkan maka ini kita sebut hiperparatiroid primer. Jika jumlah yang disekresi lebih banyak karena kebutuhan dari tubuh maka keadaan ini disebut hiperparatiroid sekunder.

2.2     Klasifikasi
Pembagian kelenjar paratiroid berdasarkan kadar kalsium yang dihasilkan:       
1.      Hipoparatiroidisme
Terjadinya kekurangan didalam darah atau Hipokalsemia mengakibatkan keadaan yang disebut telani. Dengan gejala khas kejang dan konvulsi, kususnya pada tangan dan kaki yang disebut karpopedal spasmus. Gejala—ini dapat diringankan dengan pemberian kalsium. 
2.      Hiperparatiroidisme
Biasanya ada sangkut pautnya dengan pembesaran (tumor) kelenjar. Keseimbangan distrusi kalium terganggu, kalsium dikeluarkan lagi dari tulang dan dimasukan kembali keserum darah akibatnya terjadi penyakit tulangdengan tanda-tanda yang khas beberapa bagian kropos, yang dikenal sebagai otatis fibrosc stistika parens dan terbentuk kristal pada tulang, kalsiumnya diedarkan didalam ginjal dan dapat menyebabkan batu ginjal dan kegagalan ginjal hiperfungsi paratiroid terjadi memproduksi lebih banyak hormone paratiroksin dari biasanya.

Hipoparatiroid dapat berupa hipoparatiroid neonatal, simple idiopatik hipoparatiroid,  hipoparatiroi pascabedah

1.         Hipoparatiroid neonatal
Hipoparatiroid neonatal dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang sedang menderita hiperparatiroid. Aktivitas paratiroid fetus sewaktu dalam uterus ditekan oleh maternal hiperkalsemia.

2.       Simple idiopatik hipoparatiroid
Gangguan ini dapat ditemukan pada anak-anak atau orang dewasa. Terjadinya sebagai akibat pengaruh autoimun yang ada hubungannya dengan antibodi terhadap paratiroid, ovarium, jaringan lambung dan adrenal. Timbulnya gangguan ini dapat disebabkan karena menderita hipoadrenalisme, hipotiroidisme, diabetes mellitus, anemia pernisiosa, kegagalan ovarium primer, hepatitis, alopesia dan kandidiasis.

3. Hipoparatiroid pascabedah
Kelainan ini terjadi sebagai akibat operasi kelenjar tiroid, atau paratiroid atau sesudah operasi radikal karsinoma faring atau esofagus. Kerusakan yang terjadi sewaktu operasi tiroid, biasanya sebagai akibat putusnya aliran darah untuk kelenjar paratiroidisme karena pengikatan arteri tiroid inferior. Hipoparatiroid yang terjadi bersifat sementara atau permanen. Karena itu kadar kalsium serum harus diperiksa sesudah melakukan operasi-operasi tersebut, tiga bulan kemudian dan sewaktu-waktu bila ada kelainan klinis walaupun tak khas yang menjurus pada diagnosis hipoparatiroid.

Hiperparatirod dapat berupa hiperparatiroid primer, sekunder, tertier dan intoksikasi paratiroid akut.

  1.  Hiperparatiroid primer
Gejala klinis hiperparatiroid primer dapat beraneka ragam dan dibagi dalam 4 kelompok, yaitu :
1.      Sebagai akibat hiperkalsemia yang gejalanya berupa anoreksia, nausea, muntah-muntah, konstipasi dan berat badan menurun, lekas lelah dan otot-otot lemah, miopati proksimal, polidipsi dan poliuria (diabetes insipidus like syndrome), perubahan mental (depresi, stupor, perubahan personalitas, koma, konvulsi).
2.      Sebagai akibat kalsifikasi visceral, kalsifikasi pada ginjal berupa kalkuli, nefrokalsinosis. Kalsifikasi ocular terjadi karena deposit kalsium pada konjungtiva dan kelopak mata, band keratopathy.
3.      Sebagai akibat peningkatan resorbsi tulang, nyeri tulang dan deformitas, fraktur patologis, osteoklastoma dan perubahan gambaran tulang pada foto x-ray.
4.      Sebagai akibat hipertensi, gagal ginjal, ulkus peptic, sindrom Zollinger Ellison, pankreatitis akut, pankreatitis menahun dan kalkuli, multiple adenomatosis syndrome, hiperurisemia, gout.
Apabila ditemukan gambaran klinis, seperti tersebut di atas, maka harus curiga akan kemungkinan hiperpatiroidisme. Jarang sekali teraba tumor pada kelenjar paratiroid dan bila teraba umumnya adalah adenoma tiroid. Usaha selanjutnya untuk menegakkan diagnosis adalah : Tentukan kadar kalsium dalam plasma; Singkirkan penyebab-penyebab lain dari hiperkalsemia dan hiperkalsuria; tentukan tempat dan lokalisasi kelainan paratiroid; teliti komplikasi dan hubungannya dengan hiperparatiroid karena apabila pada seorang penderita ditemukan kalkuli renal atau nefrokalsinosis, maka penting untuk meneliti perubahan pada organ lain yang ada hubungannya dengan hiperkalsemia. Menurut Hall and Anderson, kalkuli renal timbul pada 2/3 atau lebih penderita hiperparatiroid. Apabila hiperparatiroid dan kegagalan ginjalterdapat pada saat yang sama, maka akan sangat sukar untuk menentukan mana yang primer.
Pengobatan hiperparatiroid primer dilakukan apabila diagnosis sudah pasti, penatalaksanaannya sebagai berikut :
1.      Pembedahan yaitu dengan ekstirpasi tumor sedini mungkin . Kontra indikasi operasi hanyalah pada keadaan Terminal anuric renal failure.
2.      Medikamentosa : terapi ini terdiri atas diet banyak kalsium, serta cukup vitamin D. Pada pascabedah, kadar kalsium serum menurun pada 24-48 jam pertama, tapi akan menjadi normal kembali.
3.      Prognosis cukup baik bila diagnosis penyakit cepat ditegakkan dan tumor di ekstirpasi sedini mungkin. Setelah tumor diekstirpasi, tulang-tulang akan menjadi normal kembali. Prognosis bergantung juga pada keadaan fungsi ginjalnya. Terjadinya hiperparatiroid rekuren sesudah 5 tahun operasi, rata-rata hanyalah 15 %.

2. Hiperparatiroid sekunder.
Hiperparatiroid sekunder merupakan suatu keadaan dimana sekresi hormon paratiroid meningkat lebih banyak dibanding dengan keadaan normal, karena kebutuhan tubuh meningkat sebagai proses kompensasi. Pada keadaan ini terdapat hiperplasi dan hiperfunsi merata pada keempat kelenjar paratiroid, terutama dari chief cells. Biasanya penyebab primer adalah kegagalan ginjal menahun, dan glomerulonefritis atau pyelonefritis menahun.
Penyakit lain yang juga dapat menyebabkan hiperparatiroid sekunder adalah osteogenesis imperfekta, penyakit paget multiple mieloma, karsinoma dengan metastase tulang. Gambaran klinis hiperparatiroid sekunder yang timbul disebabkan oleh penyakit ginjal menahun, kadang-kadang dapat membaik setelah dilakukan hemodialisis.
Dalam penatalaksanaan hiperparatiroid sekunder hal yang utama adalah manajemen medis. Penyembuhan dengan calcitriol dan kalsium dapat mencegah atau meminimalisir hiperparatiroid sekunder. Kontrol kadar cairan fosfat dengan diet rendah fosfat juga penting. Pasien yang mengalami predialysis renal failure, biasanya mengalami peningkatan kadar hormon paratiroid. Penekanan sekresi hormon paratiroid dengan low-dose calcitriol mungkin dapat mencegah hiperplasia kelenjar paratiroid dan hiperparatiroid sekunder.Pasien yang mengalami dialysis-dependent chronic failure membutuhkan calcitriol, suplemen kalsium, fosfat bebas aluminium, dan cinacalcet (sensipar) untuk memelihara level cairan kalsium dan fosfat. Karena pasien dialysis relatif rentan terhadap hormon paratiroid. Pasien yang mengalami nyilu tulang atau patah tulang, pruritus, dan calciphylaxis perlu perawatan dengan jalan operasi. Kegagalan pada terapi medis untuk mengontrol hiperparatiroid juga mengindikasikan untuk menjalani operasi. Umumnya, jika level hormon paratiroid lebih tinggi dari 400-500 pg/mL setelah pengoreksian kadar kalsium dan level fosfor dan terbukti adanya kelainan pada tulang, pengangkatan kelenjar paratiroid sebaiknya dipertimbangkan.

3.       Hiperparatiroid tersier
Istilah hiperparatiroid tersier digunakan untuk menunjukkan perkembangan lanjut tipe sekunder, dimana terjadi autonomi kelenjar paratiroid. Seperti hiperparatiroid primer, maka bentuk tersier memerlukan tindakan pembedahan ekstirpasi adenoma, kecuali bila kegagalan ginjal sudah terlalu berat, maka dilakukan hemodialisis terlebih dahulu kemudian disusul ekstirpasi adenoma. Pemberian vitamin D kadang-kadang masih diperlukan untuk mencegah terjadinya hipokalsemia.
Pengobatan penyakit hiperparatiroid tersier adalah dengan cara pengangkatan total kelenjar paratiroid disertai pencangkokan atau pengangkatan sebagian kelenjar paratiroid


2.3 Etiologi
2.3.1 Etiologi Hipoparatiroid
Penyebab spesifik dari penyakit hipoparatiroid belum dapat diketahui secara pasti. Adapun etiologi yang dapat ditemukan pada penyakit hipoparatiroid, antara lain :
1.      Defisiensi sekresi hormon paratiroid, ada dua penyebab utama:
·         Post operasi pengangkatan kelenjar partiroid dan total tiroidektomi.
·         Idiopatik, penyakit ini jarang dan dapat kongenital atau didapat (acquired).
2.      Hipomagnesemia.
3.      Sekresi hormon paratiroid yang tidak aktif.
4.      Resistensi terhadap hormon paratiroid (pseudohipoparatiroidisme

2.3.2 Etiologi Hipertiroid
Salah satu penyebab hiperparatiroidisme dari banyaknya hiperfungsi kelenjar paratiroid adalah adenoma soliter (penyakit von Recklinghausen). Secara umum bahwa kelainan kelenjar yang biasanya tunggal ditemukan ± 80 %. Kelainan pada kelenjar biasanya neoplasma yang benigna atau adenoma sedangkan paratiroid karsinoma sangat jarang. Beberapa ahli bedah dan ahli patologis melaporkan bahwa pembesaran dari kelenjar yang multiple umumnya jenis adenoma yang ganda. Pada ± 15 % pasien semua kelenjar hiperfungsi, contohnya chief cell parathyroid hyperplasia, biasanya herediter dan frekuensinya berhubungan dengan kelainan endokrin lainnya, yaitu Multiple Endocrine Neoplasia (MEN). Hiperparatiroidisme yang herediter dapat terjadi tanpa kelainan endokrin lainnya tetapi biasanya bagian dari Multiple Endocrine Neoplasia syndrome. MEN 1 (Wermer’s syndrome) terdiri dari hiperparatiroidisme dan tumor dari pituitary dan pancreas, juga berhubungan dengan hipersekresi gaster dan ulkus peptikum (Zollinger-Ellison syndrome).


2.4     Patofisiologi
Pada hipoparatiroidisme terdapat gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat, yakni kalsium serum menurun (bisa sampai 5 mgr%) dan fosfat serum meninggi (bisa sampai 9,5 - 12,5 mgr%).Pada yang post operasi disebabkan tidak adekuat produksi hormon paratiroid karena pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi. Operasi yang pertama adalah untuk mengatasi keadaan hiperparatiroid dengan mengangkat kelenjar paratiroid. Tujuannya adalah untuk mengatasi sekresi hormon paratiroid yang berlebihan, tetapi biasanya terlalu banyak jaringan yang diangkat. Operasi kedua berhubungan dengan operasi total tiroidektomi. Hal ini disebabkan karena letak anatomi kelenjar tiroid dan paratiroid yang dekat (diperdarahi oleh pembuluh darah yang sama) sehingga kelenjar paratiroid dapat terkena sayatan atau terangkat. Hal ini sangat jarang dan biasanya kurang dari 1 % pada operasi tiroid. Pada banyak pasien tidak adekuatnya produksi sekresi hormon paratiroid bersifat sementara sesudah operasi kelenjar tiroid atau kelenjar paratiroid, jadi diagnosis tidak dapat dibuat segera sesudah operasi.
Pada pseudohipoparatiroidisme timbul gejala dan tanda hipoparatiroidisme tetapi kadar PTH dalam darah normal atau meningkat. Karena jaringan tidak berespons terhadap hormon, maka penyakit ini adalah penyakit reseptor. Terdapat dua bentuk:
1)      pada bentuk yang lebih sering, terjadi pengurangan congenital aktivitas Gs sebesar 50 %, dan PTH tidak dapat meningkatkan secara normal konsentrasi AMP siklik,
2)      pada bentuk yang lebih jarang, respons AMP siklik normal tetapi efek fosfaturik hormon terganggu.








2.5 WOC
































2.6     Manifestasi Klinis
     Gejala-gejala utama adalah reaksi-reaksi neuromuscular yang berlebihan yang disebabkan oleh kalsium serum yang sangat rendah. Keluhan-keluhan dari penderita (70 %) adalah tetani atau tetanic aequivalent.
Tetani menjadi manifestasi sebagai spasmus corpopedal dimana tangan berada dalam keadaan fleksi sedangkan ibu jari dalam adduksi dan jari-jari lain dalam keadaan ekstensi. Juga sering didapatkan articulatio cubitti dalam keadaan fleksi dan tungkai bawah dan kaki dalam keadaan ekstensi.
Dalam titanic aequivalent:
1.      Konvulsi-konvulsi yang tonis atau klonis
2.      Stridor laryngeal (spasme) yang bisa menyebabkan kematian
3.      Parestesia
4.      Hipestesia
5.      Disfagia dan disartria
6.      Kelumpuhan otot-otot
7.      Aritmia jantung
Pada pemeriksaan kita bisa menemukan beberapa refleks patologis:
1.      Erb’s sign:Dengan stimulasi listrik kurang dari 5 milli-ampere sudah ada kontraksi dari otot (normal pada 6 milli-ampere)
2.      Chvostek’s sign:Ketokan ringan pada nervus fasialis (didepan telinga tempat keluarnya dari foramen sylomastoideus) menyebabkan kontraksi dari otot-otot muka.
3.      Trousseau’s sign:Jika sirkulasi darah dilengan ditutup dengan manset (lebih dari tekanan sistolik) maka dalam tiga menit tangan mengambil posisi sebagaipada spasme carpopedal
4.      Peroneal sign:Dengan mengetok bagian lateral fibula di bawah kepalanya akan terjadi dorsofleksi dan adduksi dari kaki
Pada ± 40 % dari penderita-penderita kita mencurigai adanya hipoparatiroidisme karena ada kejang-kejang epileptik. Sering pula terdapat keadaan psikis yang berubah, diantaranya psikosis. Kadang-kadang terdapat pula perubahan-perubahan trofik pada ectoderm:
·         Rambut : tumbuhnya bisa jarang dan lekas putih.
·         Kulit : kering dan permukaan kasar, mungkin terdapat pula vesikula dan bulla.
·         Kuku : tipis dan kadang-kadang ada deformitas.
·         Pada anak-anak badan tumbuh kurang sempurna, tumbuhnya gigi-gigi tidak baik dan keadaan mental bisa tidak sempurna. Juga agak sering terdapat katarak pada hipoparatiroidis.

2.7 Pemeriksaan Diagnosa
·         Elektrokardiografi :ditemukan interval QT yang lebih panjang.
·         Foto Rontgen :sering terlihat kalsifikasi bilateral pada ganglion basalis di tengkorak, kadang-  kadang juga serebellum dan pleksus koroid, densitas tulang normal/bertambah.
·          Laboratorium :Kadar kalsium serum rendah, kadar fosfor anorganik tinggi, fosfatase alkali normal atau rendah
·         Pemeriksaanpenunjangnya adalah
Pemeriksaan kadar kalsium serum dan Pemeriksaan radiologi

2.8 Pentalaksanaan
2.8.1 Penatalaksanaan Medis Hipoparatirid
1.      Hipoparatiroid akut
Serangan tetani akut paling baik pengobatannya adalah dengan pemberian intravena 10-20 ml larutan kalsium glukonat 10% (atau chloretem calcium) atau dalam infus.
Di samping kalsium intravena, disuntikkan pula parathormon (100-200 U) dan vitamin D 100.000 U per oral.
2.      Hipoparatiroid menahun
Tujuan pengobatan yang dilakukan untuk hipoparatiroid menahun ialah untuk meninggikan kadar kalsium dan menurunkan fosfat dengan cara diet dan medikamentosa. Diet harus banyak mengandung kalsium dan sedikit fosfor. Medikamentosa terdiri atas pemberian alumunium hidroksida dengan maksud untuk menghambat absorbsi fosfor di usus.
Di samping itu diberikan pula ergokalsiferol (vitamin D2), dan yang lebih baik bila ditambahkan dihidrotakisterol. Selama pengobatan hipoparatiroid, harus waspada terhadap kemungkinan terjadi hiperkalsemia. Bila ini terjadi, maka kortisol diperlukan untuk menurunkan kadar kalsium serum.

2.8.2 Penatalaksanaan Hiperparatiroid
1.       Penyembuhan Hiperparatiroid primer
Operasi pengangkatan kelenjar yang semakain membesar adalah penyembuhan utama untuk 95% penderita hiperparatiroidisme. Apabila operasi tidak memungkinkan atau tidak diperlukan, berikut ini tindakan yang dapat dilakukan untuk menurunkan kadar kalsium:
a.       Memaksakan cairan
b.      Pembatasan memakan kalsium
c.       Mendorong natrium dan kalsium diekskresikan melalui urin dengan menggunakan larutan  ga5ram normal, pemberiaqn Lasix, atau Edrecin.
d.      Pemberian obat natrium, kalium fosfat, kalsitonin, Mihracin atau bifosfonat.
e.       Obati hiperkalsemia dengan cairan, kortikosteroid atau mithramycin)
f.       Operasi paratiroidektomi
g.      Obati penyakit ginjal yang mendasarinya
2.      Penyembuhan hiperparatiroid sekunder
Tidak seperti hiperparatiroidisme, manajemen medis adalah hal yang utama untuk perawatan hiperparatiroidisme sekunder. Penyembuhan dengan calcitriol dan kalsium dapat mencegah atau meminimalisir hiperparatiroidisme sekunder. Kontrol kadar cairan fosfat dengan diet rendah fosfat juga penting.Pasien yang mengalami predialysis renal failure, biasanya mengalami peningkatan kadar hormon paratiroid. Penekanan sekresi hormon paratiroid dengan low-dose calcitriol mungkin dapat mencegah hiperplasia kelenjar paratiroid dan hiperparatiroidisme sekunder.Pasien yang mengalami dialysis-dependent chronic failure membutuhkan calcitriol, suplemen kalsium, fosfat bebas aluminium, dan cinacalcet (sensipar) untuk memelihara level cairan kalsium dan fosfat. Karena pasien dialysis relatif rentan terhadap hormon paratiroid.Pasien yang mengalami nyilu tulang atau patah tulang, pruritus, dan calciphylaxis perlu perawatan dengan jalan operasi. Kegagalan pada terapi medis untuk mengontrol hiperparatiroidisme juga mengindikasikan untuk menjalani operasi. Umumnya, jika level hormon paratiroid lebih tinggi dari 400-500 pg/mL setelah pengoreksian kadar kalsium dan level fosfor dan tebukti adanya kelainan pada tulang, pengangkatan kelenjar paratiroid sebaiknya dipertimbangkan
3.      Penyembuhan hiperparatiroid tersier

           

 



2.9 Komplikasi
2.9.1 komplikasi hipotiroidisme







2.9.2 komplikasi hiperparatiroidisme
Krisis hiperkalsemia akut dapat terjadi pada hiperparatiroidisme. Keadaan ini terjadi pada kenaikan kadar kalsium serum yang ekstrim. Kadar yang melebihi 15 mg/dl (3,7 mmol/L) akan mengakibatkan gejala neurologi, kardiovaskuler dan ginjal yang dapat membawa kematian.
Pembentukan batu pada salah satu atau kedua ginjal yang berkaitan dengan peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor merupakan salah satu komplikasi hiperparatiroidisme yang penting dan terjadi pada 55% penderita hiperparatiroidisme primer. Kerusakan ginjal terjadi akibat presipitasi kalsium fosfat dalam pelvis dan ginjal parenkim yang mengakibatkan batu ginjal (renal calculi), obstruksi, pielonefritis serta gagal ginjal.

2.10 Pemeriksaan Penunjang.         
2.10.1 pemeriksaan penunjang hipotiroidisme
·         Elektrokardiografi :ditemukan interval QT yang lebih panjang.
·         Foto Rontgen :sering terlihat kalsifikasi bilateral pada ganglion basalis di tengkorak, kadang      kadang juga serebellum dan pleksus koroid, densitas tulang normal/bertambah.
·         Laboratorium :Kadar kalsium serum rendah, kadar fosfor anorganik tinggi, fosfatase alkali normal atau rendah

2.10.2    Pemeriksaan Penunjang Hipertiroidisme
            Laboratorium:
a.       Kalsium serum meninggi  
b.      Fosfat serum rendah
c.       Fosfatase alkali meninggi
d.      Kalsium dan fosfat dalam urin bertambah

Foto Rontgen:
a.       Tulang menjadi tipis, ada dekalsifikasi
b.      Cystic-cystic dalam tulang
c.       Trabeculae di tulang
PA: osteoklas, osteoblast, dan jaringan fibreus bertambah





BAB III
KONSEP DASAR ASKEP

3.1 Askep klien dengan hipoparatiroid
3.1 Askep Teoritis pada klien Hipoparatiroidisme
3.1.1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan berisi Identitas diri: Nama, Umur, Suku/Bangsa, Status perkawinan, Agama, Pendidikan, Pekerjaan, Alamat,Tanggal masuk RS, Tanggal pengkaiian, Catatan kedatangan:kursi roda( ), Ambulans( ), Brankar( ).
3.1.2 Riwayat Kesehatan
1.      Keluhan Utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah spasme karpopedal, dengan tangan berada dalam keadaan fleksi sedangkan ibu jari dalam adduksi dan jari-jari lainnya ekstensi.
2.      Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS )
Penderita hipoparatiroidisme  menampakkan gejala  utama nya berupa tetanus, hipokalsemia menyebabkan iritabilitas system neuromuskuluer,  pada keadaan tetanus laten terdapat gejala peti rasa, kesemutan dank ram pada ekstremitas dengan keluhan perasaan kaku pada kedua belah tangan serta kaki.  Pada keadaan tetanus yang nyata(overt), tanda-tanda mencakup br onkospasme, spasme laring, spasme korpopedal(fleksi sendi siku serta pergelangan tangan dan ekstensi sensi korpofalangeal), disfagia, fotofobia, aritmia jantung serta kejang.  Gejala lainnya mencakup  ansietas, iritabilitas, depresi bahkan delirium. Perubahan pada EKG dan hipotensi dapat terjadi.
3.      Riwayat Kesehatan terdahulu (RKD )
Penyakit yang pernah dialami oleh pasien sebelum masuk rumah sakit, kemungkinan pasien menderita hipoadrenalisme, hipotiroidisme, diabetes mellitus, anemia pernisiosa, kegagalan ovarium primer, hepatitis, alopesia dan kandidiasis.
4.      Riwayat kesehatan Keluarga (RKK )
Riwayat adanya penyakit hipoparatiroidisme Biasanya bisa di turunkan dari ibu yang menderita penyakit hipoparatiroidisme.

3.1.2 Diagnosa keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap bersihan jalan napas tidak efektif
2.. Resiko tinggi terhadap(tetani),cedera
3. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan koponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel
4. Perubahan Nutrisi berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat




























3.1.3 Nursing Care Planning
No
Diangnosa keperawatan
Tujuan
Kriteria hasil
Intervensi
Rasional
1.
Resiko terhadap
Bersihan jalan napas tidak efektif

Setelah di lakukan intervensi keperawatan selama diharapkan pasien

Mandiri:
-          Pantau frekuensi pernapasan,kedalaman,dan kerja pernapasan

-          Auskultasi suara napas,catat adanya suara ronki.


-          Kaji adanya dispnea,stidor”Berkokok”dan seanosis.perhatikan kulitas suara.
-          Waspadakan pasien untuk menghindari ikatan pada leher,menyongkok kepala dengan bantal.
-          Bantu dalam perubahan posisi,latihan napas dalam dan/atau batuk efektif sesuai indikasi.

-          Lakukan penghisapan pada mulut dan trakea sesuai dengan indikasi,catat warna dan karateristik sputum.
-          Lakukan penilaian ulang terhadap balutan secara teratur,terutama bagian posterior.
-          Selidiki keluhan kesulitan menalan,penumpukan sekresi oral.
-          Pertahankan alat trakeostomi didekat pasien.
Kolaborasi:


-          Berikan inhalasi uap,udara ruangan yang lembab.


-          Bantu dengan/persiapkan prosedur,seperti:Trakheostomi.
-          Siapakan pembedahan ulang

-Pernapasan secara normal kadang-kadang cepat,tetapi berkembangnya distres pada pernapasan merupakan indikasi kompresi trakea karena edema/perdarahan.
-Ronki merupakan indikasi adanya obstruksi/spasme laringea yang membetuhkan evaluasi dan intervensi yang cepat.
-Indikator opstruksi trakea/spasme laring yang membutuhkan evaluasi dan intervensi segera.

-Menurunkan kemungkinan teganggan pada daerah luka karena pembedahan.



-Mempertahankan kebersihan jalan napas dan ventilasi.namun batuk tidak dianjurkan dan dapat menimbulkan nyeri yang berat,teteapi hal itu perlu untuk membersikan jalan napas.
-Edema/nyeri dapat mengganggu kemampuaan pasien untun mengeluarkan dan membersikan jalan napas sendiri.

-Jika terjadi perdarahan,balutan bagian anterior mungkin akan tampak kering karena darah tertampung/terkumpulan pada daerah yang tergantung.
-Merupakan indikasi edema/perdarahan yang membeku pada jaringan sekitar daerah operasi.
-Terkenanya jalan napas dapat menciptakan situasi yang mengancam kehidupan yang memerlukan tindakan darurat. Menurunkan rasa tidak nyaman karena sakit tenggorok dan edema jaringan,dan meningkatkan pengenceran sekresi.
-Mungkin sangat penting untuk mempertahankan jalan napas yang paten jika mengalami okstruksi oleh edema pada glotis atau perdarahan.
-Mungkin sangat penting untuk penyambungan /perbaikan pembuluh darah yang mengalami perdarahan terus-menerus.
2.
Resiko tinggi terhadap(tetani),cedera


Mandiri:
Pantau tanda vital dan catat adanya peningkatan suhu tubuh,takikardi(140-200/menit),disritmia,distres,pernapasan,sianosis(perkembanganya edena paru/GJK).
Evaluasi refleks secara periodik.Observasi adanya peka rangsangan,misalnya gerakan tersentak,kebas,parestesia,tanda chvostek dan trousseau positif,adanya kejang.
Pertahankan peghalang tempat tidur terpasang/diberi bantalan,tempat tidur pada posisi yang rendah dan jalan napas buatan didekat pasien.Hindari penggunaan restrein.
Kolaborasi:
Pantau kadar kalsium darah.
Berikan obat sesuai dengan indikasi:Kalsium(glukonat,laktat).
Agen ikatan-Fostat:
Sedatif
Antikonvulsan.
-          Manipulasi kelenjar selama tiroidektomi suptotal dapat mengakibatkan peningkatan pengeluaran hormon yang menyebabkan krisis tiroid.
-          Hipoklasemia dengan tetani(biasanya sementara)dapat terjadi1-7 hari pasca operasi dan merupakan indikasi hipoparatiroid yang dapat terjadi sebagai akibat dari trauma yang tidak disengaja pada pengangkatan parsial atau subtotal kelenjar paratiroid selam pembedahan.
-          Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang.
-          Pasien kadar klasium kurang dari 7,7/100ml secara umum membutuhkan terapi penganti.
-          Untuk memperbaiki kekurangan yang biasnya semntara tetepi mungkin juga menjadi permanen.catatan;gunakan dengan berhati-hati pada pasien pengguna digitalis karena kalsium meningkatkan sensitifitas terhadap digitalis, yang berpotensi menimbulkan toksit.
-          Membantu sepenuhnya dalam menurunkan kadar fosfor yang menigkat berhubungan dengan hipoklasemia.
-          Meningkatkan istirahat,menurunkan stimulasi dari luar.
Mengendlikan kejang sampai terapi yang dilakukan memberikan hasil yang memuaskan


3.
Resiko terhadap perubahan perfusi jaringan.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam diharapkan perubahan perfusi jaringan kembali normal.







-kulit kembali elastic(Lembab)
-pengisian kapiler kembali normal
-kemampuan konsentrasinya normal
-tekanan darah kembali normal
-kesadarannya komposmentis
Mandiri:
-          Awasi tanda vital,kaji pengisian kapiler,warna kulit/membran mukosa,dasar kuku.
-          Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.

-          Awasi upaya pernapasan;auskultasi bunyi napas perhatikan bunyi adventisius.
-          Selidiki keluhan nyeri dada,palpitasi.
-          Kaji untuk respons verbal melambat,mudah terasang,agitasi,gangguan memori,bingung.
-          Orientasi/orientasikan ulang pasien sesuai kebutuhan.catat jadwal aktifitas pasien untuk dirujuk.Berikan cukup waktu untuk pasien berfikir,komunikasi dan aktivitas.
-          Catat keluhan rasa dingin,pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai indikasi.

-          Hindari penggunaan bantalan penghangat atau botol air panas.ukur suhu air mandi dengan thermometer.
Kolaborasi:
-          Awasi pemeriksaan labotorium,mis.Hb/Ht dan jumlah SDM,GDA
-          Berikan SDM darah lengkap/pocked,produk darah sesuaiindikasi.Awasi ketat untuk komplikasi transfuse
-          Berikan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi.
-          Siapkan intervensi pembedahan sesuai indikasi.

-          Memberikan  informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi.
-          Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksegenasi  untuk kebutuhan seluler.Catatn;Kontraindikasi bila ada hipotensi.
-          Dispnea,gemericik menunjukkan GJK karena regangan jantung lama/peningkatan kompensansi curah jantung.
-          Iskemia selular mempengaruhi jaringan miokardia/potensial resiko infrak.
-          Dapat mengidikasikan gangguan fungsi serebral karena hipoksia atau difesiensi vitaminB12

-          Membantu memperbaiki proses piker dan kemampuan melakukan/mempertahankan kebutuhan AKS.


-          Vasokontriksi menurunkan serkulasi perifer.kenyamanan pasien/kebutuhan rasa hangat harus seimbang dengan kebutuhan untuk menghindari panas berlebihan pencetus vasodilatasi(penurunan perfusi organ)
-          Termoreseptor jaringan dermal dangkal karena gangguan oksigen.



-          Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan/respon terhadap terapi.
-          Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen;memperbaiki defisiensi untuk menurunkan resiko perdarahan.

-          Memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.

-          Transplatasi sumsum tulang dilakukan pada kegagalan sumsum tulang/anemia aplastik.











3.2 askep teoritis pada klien hiperparatiroidisme
3.2.1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan berisi Identitas diri: Nama, Umur, Suku/Bangsa, Status perkawinan, Agama, Pendidikan, Pekerjaan, Alamat,Tanggal masuk RS, Tanggal pengkaiian, Catatan kedatangan: kursi roda ( ), Ambulans ( ), Brankar ( ).

3.2.2 Riwayat Kesehatan
1.      Keluhan Utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah keluahan mudah lelah, kelemahan otot, mual, muntah.sakit kepala, kelemahan, lethargi dan kelelahan otot, gangguan pencernaan seperti mual, muntah, anorexia, obstipasi, dan nyeri lambung yang akan disertai penurunan berat badan, depresi, nyeri tulang dan sendi.
2.      Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS )
Penderita hiperparatiroidisme  menampakkan gejala nya mungkin tidak atau mengalami tanda-tanda dan gejala akibat terganggunya beberapa system  organ. Gelaja apatis, keluhan mudah lelah, kelemahan otot, mual, muntah, konstipasi, hipertensi dan aritmia jantung dapat terjadi; semua ini berkaitan dengan peningkatan kadar kalsium dalam darah. Klien biasanya juga menderita gangguan psikologis yang bervariasi mulai dari emosi yang mudah tersinggung dan neurosis hingga keadaan psikosis yang disebabakan oleh efek langsung kalsium pada otak serta system saraf. Peningkatan kadar kalsium akan menurunkan potensial eksitasi jaringan saraf dan otot. Klien juga menderita kerusakan ginjal,pesien mengalami nyeri skeletal dan nyeri tekan, khususnya di daerah punggung dan persendian; nyeri ketika menyangga tubuh; fraktur patologik; deformitas; dan pemendekan badan, serta adanya gejala gastrointestinal.
3.      Riwayat Kesehatan terdahulu (RKD )
Penyakit yang pernah dialami oleh pasien sebelum masuk rumah sakit, kemungkinan pasien pernah menderita penyakit ginjal yang berlebihan menyerap kalsium.

4.      Riwayat kesehatan Keluarga (RKK )
Hiperparatiroidisme yang herediter dapat terjadi tanpa kelainan endokrin lainnya tetapi biasanya bagian dari Multiple Endocrine Neoplasia syndrome. MEN 1 (Wermer’s syndrome) terdiri dari hiperparatiroidisme dan tumor dari pituitary dan pancreas, juga berhubungan dengan hipersekresi gaster dan ulkus peptikum (Zollinger-Ellison syndrome).

3.2.3 Diagnosa keperawatan
1.      perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan keterlibatan ginjal sekunder terhadap hiperkalsemia dan hiperfosfatemia
2.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
3.      resiko cedera berhubungan dengan demineralisasi tulang yang mengakibatkan fraktur patologi.

4.      perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.


5.  Nyeri,(akut),sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vascular     serebral.


3.2.4 Nursing Care planning
No
Diangnosa keperawatan
Tujuan
Kriteria hasil
Intervensi
1.
perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan keterlibatan ginjal sekunder terhadap hiperkalsemia dan hiperfosfatemia
Klien akan kembali pada haluaran urine normal, seperti yang ditunjukkan oleh tidak terbentuknya batu dan haluaran urine 30 sampai 60 ml/jam.

Mandiri:
-          Perbanyak asupan klien sampai 2500 ml cairan per hari. Dehidrasi merupakan hal yang berbahaya bagi klien dengan hiperparatiroid karena akan meningkatkan kadar kalsium serum dan memudahkan terbentuknya batu ginjal.
-           Berikan sari buah canbery atau prune untuk membantu agar urine lebih bersifat asam. Keasaman urine yang tinggi membantu mencegah pembentukkan batu ginjal, karena kalsium lebih mudah larut dalam urine yang asam dari pada urine yang basa.
2.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

Setelah dilakukan intervensi  keperawatan selama 3x24 jam,  klien melaporkan peningkatan toleransi aktivitas(termasuk aktivitas sehari-hari)
-          Tidak ada kelemahan
-          Klien tidak lemah lagi
-          Klien bisa melakukan aktivitas sehari-har
-          Klien tampak rileks
-          TTV  dalam batas normal
TD: 110/70-120/80mmHg, RR:16-24x/i
ND:60-100x/i
Mandiri:.
-          Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas
-           . Hindari menjadwalkan aktivitas perawatan selama periode istirahat
-          . Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas/perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan.
-          . Evaluasi respon pasien terhadap aktivias, perhatikan frekuensi nadi cepat lebih dari 20 x/mnt diatas peningkatan TD yang nyata, penurunan atau peningkatan TD, pusing dan nyeri dada.

3.
resiko cedera berhubungan dengan demineralisasi tulang yang mengakibatkan fraktur patologi.

Klien tidak akan menderita cedera, seperti yang ditunjukkan oleh tidak terdapatnya fraktur patologis.


Mandiri:
-          Lindungi klien dari kecelakaan jatuh, karena klien rentan untuk mengalami fraktur patologis bahkan oleh benturan ringan sekalipun.
-           Bila klien mengalami penurunan kesadaran pasanglah tirali tempat tidurnya.
-           Hindarkan klien dari satu posisi yang menetap, ubah posisi klien dengan hati-hati.
-           Bantu klien memenuhi kebutuhan seharihari selama terjadi kelemahan fisik.
-           Atur aktivitas yang tidak melelahkan klien.
-           Ajarkan cara melindungi diri dari trauma fisik seperti cara mengubah posisi tubuh, dan cara berjalan serta menghindari perubahan posisi yang tiba-tiba.
-           Ajarkan klien cara menggunakan alat bantu berjalan bila dibutuhkan
-          Anjurkan klien agar berjalan secara perlahanlahan


Bab IV
Penutup

4.1 Kesimpulan
Hormon paratiroid dapat mempengaruhi banyak sistem didalam tubuh manusia. Efek utama mengatur keseimbangan kalsium dan fosfat dalam tubuh. Kelainan hormon paratiroid banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti tumor jinak (adenoma soliter), paratiroid carsinoma, dan hiperplasia pada sel kelenjar paratiroid yang dapat mengakibatkan terjadinya hiperparatiroidisme. Dikatakan hiperparatiroidisme apabila kelenjar paratiroid memproduksi hormon paratiroid lebih banyak dari biasanya. Sedangkan hipoparatiroidisme sendiri merupakan kebalikan dari hiperparatiroidisme.
Adapun klasifikasi dari hiperparatiroid yaitu hiperparatiroid primer, hiperparatiroid sekunder, dan hiperparatiroid tersier. Perbedaan dari ketiga klasifikasi tersebut yakni pada hasil laboratoriumnya. Pada hiperparatiroid primer kadar kalsium meningkat/hiperkalsemia dan kadar PTH juga menigkat, sedangkan hiperparatiroidisme sekunder terlihat adanya hipersekresi hormon paratiroid sebagai respon terhadap penurunan kadar kalsium yang terionisasi dalam darah. Keadaan hipokalsemia yang lama akan menyebabkan perubahan pada kelenjar paratiroid menjadi otonom dan berkembang menjadi keadaan sepertri hiperparatiroidisme primer, dan pada keadaan ini disebut hiperparatiroidisme tersier.
4.2 Saran
Melihat dari kasus kelainan pada kelenjar paratiroid, maka diharapkan para tenaga medis dan perawat harus lebih profesional dan berpengalaman dalam mengkaji seluruh sistem metabolisme yang mungkin terganggu karena adanya kelainan pada kelenjar paratiroid. Karena penanganan dan pengkajian yang tepat akan menentukan penatalaksanaan pengobatan yang cepat dan tepat pula pada kelainan kelenjar paratiroid.




            DAFTAR PUSTAKA


Akbar, Faruq. 2009. Penyakit tiroid dan paratiroid. www.farospots.blogspots.com; diakses tanggal 20 April 2009

Doengoes, Marylin, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC.

Suddarth dan Brunner. 2001. Keperawatan Medikal bedah vol.2. EGC: Jakarta.